Friday, December 28, 2012

Pandai Dalam Menyambut Suatu Akhir



(Zef 3:14-20, Yes 12:2-6, Flp 4:4-7, Luk 3:7-18)

“Besok sudah hari libur, apa yang akan kita lakukan hari ini?” tanya seorang karyawan kepada temannya.
“Kalau begitu, kita harus kerja lebih keras. Kita jangan membuang waktu”, jawab kawannya itu.
“Akh, payah...” sambut karyawan itu dengan malas.
“Lho, kenapa?” temannya bingung.
“Saya kira kamu punya ide untuk senang-senang...” si karyawan bete.

Menyadari sesuatu yang akan segera datang ternyata dapat menimbulkan sikap hati yang berlainan. Pada satu sisi, sisa waktu yang sedikit bisa memacu kerja keras hari ini, karena hasrat tidak mau membuang kesempatan. Selagi ada waktu, kesempatan berbuat yang terbaik berarti masih tetap  terbuka. Di sisi lain, orang berpikir bahwa waktu yang menipis harus diisi dengan kesenangan. Akibatnya, kesempatan kerja terakhir berganti dengan sikap bermalas-malasan, mengabaikan tugas dan mematikan kreativitas diri.

Kita tahu bahwa masa sekarang sudah merupakan zaman akhir menjelang hadirnya akhir zaman. Kedatangan Tuhan sudah dekat. Tidak banyak waktu yang tersisa lagi. Menurut Paulus, kesadaran itu seharusnya mendorong agar “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang” (Flp 4:5). Ungkapan ini jauh artinya dari berleha-leha dan berbuat jahat, tetapi erat sekali dengan kerinduan berjumpa dengan Tuhan, berbuat yang terbaik dan menjadi berkat bagi semua orang.

Akan tetapi, dalam kenyataan sehari-hari ada tiga sikap yang bisa muncul berkaitan dengan waktu kedatangan Tuhan yang sudah sangat menjelang ini. Pertama, ada kelompok yang tidak menanti-nantikan kedatangan-Nya. Meski tahu akan datang, tetapi mereka tidak memberi hati bagi Tuhan. Hati mereka terpikat perkara dunia. Mereka merasa semua aman dan baik-baik saja. Bahkan, mereka tetap gemar dengan dosa dan kejahatan hati mereka. Belum ada ruang bagi Kristus.

Kedua, kelompok yang salah dalam menantikan kedatangan Tuhan. Mereka sadar Kristus sudah akan datang. Mereka pun mempersiapkan diri. Tetapi mereka lebih menonjolkan perhitungan waktu, ketimbang pembaruan diri. Mereka sibuk dengan prediksi, dilengkapi dengan satuan waktu yang detil. Mereka bahkan menyempurnakan penantian itu dengan makanan dan tempat yang terbaik, tetapi melupakan pertobatan hati yang sejati. Akhirnya, salah waktu, salah jalan dan salah kaprah.

Ketiga, kelompok yang bijak menantikan kedatangan Tuhan. Kesadaran kedatangan Kristus mendorong kelompok ini untuk menyediakan persembahan hidup yang terbaik. Mereka mempersembahkan diri dalam pelayanan, menyediakan waktu bagi persekutuan dengan Kristus, kerja yang didedikasikan bagi kemuliaan Tuhan, dan hati yang diwarnai kasih dan sukacita Allah.

Yohanes Pembaptis sendiri menekankan pemberitaannya pada upaya pembersihan diri dalam menyambut kedatangan Kristus (Luk 3:3). Pembersihan diri ini mencanangkan terjadinya pelepasan diri dari noda-noda dosa dunia. Ini mengajak kita untuk sungguh-sungguh merehabilitasi diri, memulihkan kembali totalitas hidup kita: identitas diri, relasi dengan Allah, tujuan hidup yang pokok, dan cara-jalan kehidupan yang benar dan bersih (Luk 3:8a).

Hardikan “ular beludak” yang ditujukan Yohanes kepada orang banyak mematahkan sikap hati orang yang merasa benar tanpa Allah. Yohanes memperingatkan bahwa garis keturunan tidak bernilai apapun bagi Allah. Keturunan Abraham atau golongan darah biru tidak menjadi jaminan penyelamatan. Begitu pula halnya dengan jabatan, pekerjaan, status, dan nilai kekayaan (Luk 3:8b).

Itu berarti, seluruh upaya kita harus ditujukan pada pertobatan diri yang sejatinya membawa semangat hidup yang baru. Semangat hidup yang baru itu meruntuhkan segala bentuk keacuhan hidup, keangkuhan diri, kerakusan hati, dan terlebih ke-aku-an yang menolak hadirnya Tuhan. Sebaliknya, semangat baru itu mengisyaratkan pergerakan hidup ke arah keserupaan dengan Kristus, baik dalam kata maupun perbuatan. Yohanes memberi contoh: yang punya dua helai baju jangan egois, yang menagih sesuatu jangan berbuat curang, juga prajurit jangan merampas tetapi memberi perlindungan (Luk 3:10-14). Inilah bukti pertobatan yang benar. Lalu bagaimana dengan kita? Jika besok adalah hari terakhir, apa yang akan saudara lakukan hari ini?

No comments:

Post a Comment

Sabe Satta Bhavantu Shukitatta