Friday, December 28, 2012

Bertumbuh Di Dalam Rencana-Nya


Bertumbuh Di Dalam Rencana-Nya
(1 Sam 2:18-20,26; Mzm 148; Kol 3:12-17; Luk 2:41-52)

Sesaat lagi tahun ini akan berlalu. Waktu terus berputar dan menghantarkan yang baru. Sementara, yang kini perlahan lenyap ditelan waktu. Tetapi pergerakan waktu tidak menjamin terjadinya pem-baru-an diri, karena banyak juga orang yang menyia-nyiakan waktu. Waktu berlalu dan menyisakan jejak kesirnaan.  Hidup mengalir menuju muara kehampaan. Tanpa kebaikan. Tanpa pertumbuhan. Juga tanpa kebahagiaan.

Pergantian tahun mengajak kita mengevaluasi waktu yang telah berlalu, sekaligus memaknai waktu yang baru dengan semangat baru. Hal ini penting agar kesempatan yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita tidak sia-sia berlalu, tetapi kita manfaatkan untuk menata diri lebih baik.

Bacaan hari ini mengajak kita menyoroti masa kecil dua tokoh penting di dalam Alkitab. Pertama, Samuel. 1 Sam 2:26 mencatat bahwa semakin hari Samuel “Semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia”. Catatan ini menyimpulkan bahwa kian hari Samuel mengalami pertumbuhan iman dan jatidiri yang baik. Kolaborasi antara panggilan dan ketaatan Samuel semakin menghasilkan kepribadian dan kepemimpinan yang berbobot. Sampai pada akhirnya legitimasi kepemimpinan Samuel disadari semua orang bahwa “Samuel makin besar dan Tuhan menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya yang dibiarkan-Nya gugur. Maka tahulah Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi Tuhan” (1 Sam 3:19-20).

Samuel tumbuh di tempat yang sama dengan kedua anak Imam Eli (Hofni dan Pinehas). Mereka dididik dengan cara yang sama, mewarisi ajaran yang sama, dan memiliki kesempatan yang sama dalam pelayanan. Tetapi mereka mengalami pertumbuhan yang sangat kontras. Samuel menjadi pribadi yang setia, taat dan dekat dengan Allah. Tetapi Hofni dan Pinehas menunjukkan banyak ketidaktaatan dalam praktek-praktek keagamaan. Bahkan, mereka suka tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan, hingga dikeluhkan semua orang Israel (ayat 22). Betapa bebalnya hati mereka, sehingga teguran Tuhan melalui Imam Eli pun tidak mereka gubris (ayat 25b). Itulah yang menyebabkan Tuhan akhirnya menolak mereka.

Kedua, Yesus Kristus. Penginjil Lukas menegaskan dua kali bahwa “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (ayat 40 dan 52). Kalimat ini merangkumkan apa yang terjadi pada diri Yesus di usia kecil. Kita memang tidak memiliki data apapun tentang masa kecil Tuhan Yesus, selain catatan Lukas ini. Tetapi, catatan kecil ini cukup memberikan rasa yakin bahwa sejak dini Yesus sudah menunjukkan kematangan karakter dan spiritual. “Penuh hikmat“ dan “bertambah hikmat-Nya” menyiratkan otoritas ilahi dalam diri Yesus. Kuasa, hikmat dan kasih Allah mengalir penuh atas-Nya, sehingga tidak mengherankan jika dialog dengan para teolog Bait Allah berakhir dengan kekaguman atas diri Yesus.

Bertumbuh di dalam Tuhan berarti menjadi manusia yang dicintai Tuhan dan sesama. Dicintai Tuhan dan sesama menandakan utuhnya pertumbuhan diri. Yang terbentuk tidak saja kekuatan fisik, tetapi juga spiritualitas yang dewasa. Citra diri yang semakin baik. Sikap hidup yang semakin benar. Perbuatan baik yang semakin nyata. Juga pelayanan yang terus dikerjakan untuk kemuliaan Tuhan.

Itu berarti, ke depan kita harus menyediakan waktu lebih banyak untuk menata kembali diri kita. Kita menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Tuhan dan semakin memahami kehendak-Nya. Kita menyediakan waktu untuk melaksanakan kehendak-Nya itu. Ungkapan “...Aku harus berada di rumah Bapa-Ku” dalam ayat 49 tidak bermaksud melukai hati orangtua-Nya dengan mengatakan Dia punya Bapa yang lain, tetapi Ia hendak menegaskan bahwa hidup-Nya harus selalu lekat dengan Bapa dan mengerjakan kehendak-Nya.

Bertumbuh di dalam Tuhan juga menggerakkan kita untuk semakin peduli pada sesama. Keduanya tidak dapat dipisahkan, sekalipun berbeda. Cinta kepada Tuhan ditandai dengan cinta kepada umat Tuhan yang lain. Itu berarti, ibadah yang sejati tidak saja terungkap dalam ritus-ritus gerejawi, tetapi juga dalam pelayanan dan pekerjaan baik yang mengisi hari-hari kita ke depan.

Selamat Hari Natal dan Tahun Baru. Immanuel!

No comments:

Post a Comment

Sabe Satta Bhavantu Shukitatta