Friday, April 24, 2009

Menaruh Pengharapan Kepada Kristus Yang Bangkit

Dunia postmodern sedang “menggoyang” kekristenan dengan menyodorkan beribu ‘fakta’ bahwa Yesus adalah manusia biasa semata. ‘Fakta’ tersebut mulai dari penemuan Injil Maria dan Injil Filipus yang menyimpulkan Yesus berkencan dengan Maria dan mengasihinya lebih daripada murid lainnya; terbitan buku populer seperti The Da Vinci Code dan Jesus’ Dinasty yang menyebutkan bahwa Yesus berkeluarga dan memiliki keturunan; sampai penemuan makam Talpiot dan karangan The Lost Tomb of Jesus yang mengatakan bahwa dinasti Yesus dapat ditemukan dalam sebuah makam khusus keluarga Yesus (termasuk Yesus ada di dalamnya).

Dalam kondisi ini, Kristus sungguh dihujat dan dinyatakan tidak bangkit dengan banyak argumen. Ada yang mengatakan bahwa jasad-Nya dicuri, atau dimakan binatang buas, atau hanya mati suri, atau membusuk dan dimasukkan dalam osuarium (peti) khusus bersama keluarganya.

‘Fakta-fakta’ ini (lebih tepatnya asumsi) bagi sebagian orang sangat mengganggu dan menggoyang iman. Juga mungkin ada yang kecewa atau merasa dipermainkan oleh ‘mereka yang merasa lebih tahu’. Juga mungkin ada yang putus asa dan hilang harapan karena merasa beriman pada sosok yang salah dan lemah.

Saudara, semua isu itu mesti kita sikapi dalam kedewasaan iman; bukan dengan otot dan emosi, tetapi dengan hikmat dan keteguhan iman. Semua itu asumsi semata. Asumsi yang lahir akibat ketidakpuasan pada jawaban bahwa Yesus memang bangkit. Asumsi untuk memenuhi tuntutan logika belaka. Dengan demikian, kita tidak perlu putus asa, kecewa, apalagi kehilangan pengharapan. Dapat dipastikan bahwa pengalaman para murid yang bertemu dengan Yesus yang bangkit bukanlah sebuah halusinasi. Halusinasi biasanya terjadi dalam kesendirian dan kekosongan pikiran. Halusinasi tidak terjadi secara komunal dan dalam kesadaran total. Oleh karena itu, penyataan diri Yesus kepada para murid mesti dijadikan sebuah kesaksian yang valid dan tegas. Bukan rekayasa. Bahwa mereka bersama menyaksikan rupa Yesus, tanda luka-Nya dan kebersamaan yang tercipta dengan-Nya adalah upaya Yesus menunjukkan bahwa Ia sungguh bangkit dan hidup (Luk 24:41-43, 46).

Di sini kita belajar bahwa Kristus benar-benar bangkit dan kebangkitan-Nya bukan hanya sekadar peristiwa historis, tetapi peristiwa yang memberikan pengharapan. Apakah pengharapan di balik kebangkitan Kristus? Pertama, kebangkitan Kristus memberi pengharapan akan kepastian iman. Kepastian iman ini terkait dengan penebusan dosa dan keselamatan. Paulus mengemukakan bahwa jika kita hanya menaruh pengharapan pada Kristus yang mati dan tidak bangkit, maka kita adalah orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi syukur, Kristus bukan hanya mati, tetapi Ia juga bangkit. Ini membuktikan Ia menang atas kuasa Iblis, dosa dan maut. Kemenangan ini juga sekaligus menyediakan keselamatan dan kepastian bahwa di dalam Kristus iman kita tidak menjadi sia-sia.

Kedua, kebangkitan Kristus memberi pengharapan akan perubahan hidup. Kristus yang bangkit telah mengubah kita yang dahulu seorang pendosa menjadi anak-Nya yang diselamatkan (1 Yoh 3:1-2). Mengubah peragu seperti Thomas menjadi seorang beriman; penjahat seperti Paulus menjadi pelayan yang setia; dan penakut seperti Petrus menjadi seorang yang penuh kuasa. Kis 3:12-19 menyaksikan bagaimana Petrus menyembuhkan seorang lumpuh dengan menyebut nama Yesus yang bangkit. Ia beriman. Iman itu menumbuhkan pengharapan bahwa di dalam Kristus yang bangkit ada kuasa yang besar.

Saudara, sebagaimana kuasa Kristus yang bangkit telah mengubah hidup para rasul, maka biarlah kebangkitan-Nya ini juga melawat dan menyentuh hati dan pikiran kita, sehingga anugerah-Nya pun dapat kita alami. Jangan lagi mau ditipu oleh media apapun bahwa Kristus tidak pernah bangkit. Biarkan Roh Kudus membuka hati dan pikiran kita untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat kita yang hidup. Kristus yang bangkit akan memberikan kuasa kepada kita melalui Roh Kudus bahwa kita sanggup mengalahkan kuasa dosa, iblis dan maut, karena Ia telah mengalahkan segala kuasa bagi umat pilihan-Nya (1 Kor 15:25-27), supaya kita menjadi hamba-Nya yang setia.
Sabe Satta Bhavantu Shukitatta