Spiritualitas Yang Sehat (Dewasa)
Hidup beragama itu mesti seperti pohon atau orang, kian hari semakin besar dan dewasa. Seperti Yesus, yang kian hari bertambah besar dan bertambah hikmatnya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. Pertumbuhan yang dimaksudkan bukan saja fisik, tapi juga isi. Pertumbuhan yang dialami Yesus bukan hanya secara jasmani, melainkan juga pemahaman dan penghayatan hidup bersama Allah yang menjadikannya semakin berhikmat. Dan, hikmat itu tidak lain ia gunakan hanya demi kehidupan manusia yang semakin damai, sejahtera dan terbebaskan dari belenggu-belenggu dosa.
Dengan demikian jelas bahwa spiritualitas yang sehat adalah spiritualitas yang mendewasa. Bagaimana kita bisa melihat adanya pertumbuhan pada spiritualitas kita? Paulus menjelaskannya dalam perbedaan antara spiritualitas yang orang dewasa dengan spiritualitas kekanak-kanakan.
Perbedaaan spiritualitas kekanak-kanakan dengan spiritualitas dewasa pertama-tama dilihat dari jenis makanan yang dibutuhkan. Masa kanak-kanak membutuhkan makanan yang lunak, seperti susu dan bubur. Bukan makanan keras, karena mereka belum dapat mencerna dan mengolahnya. Materi-materi yang dibutuhkan bukan yang rumit berupa pemahaman-pemahaman kebenaran teologis yang mendalam, melainkan cerita-cerita singkat dan sederhana yang dimengerti sekali mendengar. Sementara spiritulitas yang dewasa sudah seharusnya memahami dasar-dasar kebenaran teologis, menghayati dan mewujudkannya. Makanan keras yang dimaksud bukan saja mencakup pemahaman, melainkan juga pengalaman dan perjuangan hidup yang nyata bersama dengan Tuhan dan sesama.
Perbandingan lain dapat juga kita lihat pada orientasi hidup masa kanak-kanak yang masih self oriented, spiritualitas yang berorientasi pada diri sendiri. Segala sesuatu disorot dari sudut pandang dan selera pribadi. Perasaan mereka menentukan kebenaran, berbeda dengan orang dewasa di mana kebenaran menjadi prinsip iman yang tegas dalam membentuk spiritualitas. Orang dewasa berani memegang kebenaran, sekalipun beresiko tinggi. Ini terjadi, karena orientasi sudah beralih dari diri sendiri kepada Kebenaran Utama, yaitu Allah sendiri.
Perkembangan intelektual dan penalaran masa kanak-kanak yang masih bersifat pra-operasional. Masih banyak yang dikuasai ilusi dan fantasi sendiri. Sementara kemampuan intelektual dan penalaran orang dewasa sudah operasional sepenuhnya, mampu melihat dan memadukan seluruh unsur kehidupan untuk menemukan kebenaran. Dalam hal ini, segala perbedaan tidak dibenci atau dimusuhi, tapi justru dirangkul, dihargai, dimanfaatkan dan memperkaya spiritualitas kita sendiri.
Selain itu, kesadaran sosial orang-orang dewasa mencakup seluruh kemanusiaan, sementara mereka yang masih kanak-kanak terbatas pada yang terlihat secara fisik. Carkawala berpikir seorang dewasa seluas alam semesta, kepeduliaan dan keprihatinan mencakup seluruh umat manusia. Jauh dari pembedaaan dan pengelompokan, seperti yang gemar dilakukan anak-anak. Berbeda dengan kanak-kanak yang menerima se’sama’/sekelompok, spiritualitas orang dewasa memiliki empati yang kuat terhadap semua orang.
Hidup beragama itu mesti seperti pohon atau orang, kian hari semakin besar dan dewasa. Seperti Yesus, yang kian hari bertambah besar dan bertambah hikmatnya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. Pertumbuhan yang dimaksudkan bukan saja fisik, tapi juga isi. Pertumbuhan yang dialami Yesus bukan hanya secara jasmani, melainkan juga pemahaman dan penghayatan hidup bersama Allah yang menjadikannya semakin berhikmat. Dan, hikmat itu tidak lain ia gunakan hanya demi kehidupan manusia yang semakin damai, sejahtera dan terbebaskan dari belenggu-belenggu dosa.
Dengan demikian jelas bahwa spiritualitas yang sehat adalah spiritualitas yang mendewasa. Bagaimana kita bisa melihat adanya pertumbuhan pada spiritualitas kita? Paulus menjelaskannya dalam perbedaan antara spiritualitas yang orang dewasa dengan spiritualitas kekanak-kanakan.
Perbedaaan spiritualitas kekanak-kanakan dengan spiritualitas dewasa pertama-tama dilihat dari jenis makanan yang dibutuhkan. Masa kanak-kanak membutuhkan makanan yang lunak, seperti susu dan bubur. Bukan makanan keras, karena mereka belum dapat mencerna dan mengolahnya. Materi-materi yang dibutuhkan bukan yang rumit berupa pemahaman-pemahaman kebenaran teologis yang mendalam, melainkan cerita-cerita singkat dan sederhana yang dimengerti sekali mendengar. Sementara spiritulitas yang dewasa sudah seharusnya memahami dasar-dasar kebenaran teologis, menghayati dan mewujudkannya. Makanan keras yang dimaksud bukan saja mencakup pemahaman, melainkan juga pengalaman dan perjuangan hidup yang nyata bersama dengan Tuhan dan sesama.
Perbandingan lain dapat juga kita lihat pada orientasi hidup masa kanak-kanak yang masih self oriented, spiritualitas yang berorientasi pada diri sendiri. Segala sesuatu disorot dari sudut pandang dan selera pribadi. Perasaan mereka menentukan kebenaran, berbeda dengan orang dewasa di mana kebenaran menjadi prinsip iman yang tegas dalam membentuk spiritualitas. Orang dewasa berani memegang kebenaran, sekalipun beresiko tinggi. Ini terjadi, karena orientasi sudah beralih dari diri sendiri kepada Kebenaran Utama, yaitu Allah sendiri.
Perkembangan intelektual dan penalaran masa kanak-kanak yang masih bersifat pra-operasional. Masih banyak yang dikuasai ilusi dan fantasi sendiri. Sementara kemampuan intelektual dan penalaran orang dewasa sudah operasional sepenuhnya, mampu melihat dan memadukan seluruh unsur kehidupan untuk menemukan kebenaran. Dalam hal ini, segala perbedaan tidak dibenci atau dimusuhi, tapi justru dirangkul, dihargai, dimanfaatkan dan memperkaya spiritualitas kita sendiri.
Selain itu, kesadaran sosial orang-orang dewasa mencakup seluruh kemanusiaan, sementara mereka yang masih kanak-kanak terbatas pada yang terlihat secara fisik. Carkawala berpikir seorang dewasa seluas alam semesta, kepeduliaan dan keprihatinan mencakup seluruh umat manusia. Jauh dari pembedaaan dan pengelompokan, seperti yang gemar dilakukan anak-anak. Berbeda dengan kanak-kanak yang menerima se’sama’/sekelompok, spiritualitas orang dewasa memiliki empati yang kuat terhadap semua orang.