Sunday, September 13, 2009

Mengaku Dengan Hati

Matius 16:13-20

Saya mau mengajak saudara berandai-andai!
Seandainya, suatu hari tiba-tiba malaikat Tuhan menampakkan diri kepada semua orang dan berkata: “Demikianlah firman Tuhan, Hakim yang adil, sejak saat ini umur manusia hanya tinggal tiga hari saja!”

Kalau coba kita bayangkan, bagaimana kira-kira kehidupan manusia selama sisa tiga hari itu? Saya membayangkan selama tiga hari itu semua saluran telepon akan sangat sibuk, karena tiap orang berlomba menelpon keluarga dan kerabatnya untuk pamit dan mohon maaf lahir dan batin. Tiap jalur jalanan akan macet, karena semua orang sibuk berkunjung saling sungkem. Bandara dan terminal akan kosong, karena pilotnya juga sibuk pulang kampung. Lalu, bagaimana dengan gereja? Bisa penuh atau sebaliknya. Tergantung di mana orang mau dijemput malaikat itu.

Kemudian tibalah hari H, hari kematian itu. Yesus datang kembali seperti yang dijanjikan-Nya. Ia datang khusus untuk manusia. Tetapi Yesus tidak lagi memberikan salam seperti biasa. Bukannya berkata, “Damai sejahtera bagimu”, melainkan mengajukan pertanyaan, “Menurut kamu siapakah Aku?” Kira-kira, apakah jawaban yang paling jitu yang akan Saudara berikan kepada Yesus? Saya membayangkan kebanyakan orang akan menjawab: Engkau adalah Tuhan, Mesias dan Anak Allah.

Memang tidak salah. Tetapi sepertinya jawaban kita tidak ada bedanya dengan orang lain.. Orang lain juga bilang Yesus itu adalah nabi dan utusan Allah. Kristen KTP yang tak pernah beribadah pun akan pun mengatakan Yesus adalah Tuhan, Mesias dan Anak Allah. Bahkan orang di luar Kristen pun akan mengatakan Yesus sebagai nabi, Mesias (Almasih) dan Tuhannya orang Kristen. Kalau begitu, apa bedanya kita dengan orang lain?

Mengaku Dengan Mulut Dan Hati
Roma 10:9-10 berkata: Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.

Maksudnya, mengaku dengan mulut itu penting, tetapi terlebih penting mengaku dengan seluruh kekuatan hati. Itu berarti kita mengimani, bukan sekadar tahu atau ikut kata orang. Mengapa Yesus bertanya, “Menurutmu Siapakah Aku ini?” Karena Yesus mau mengetahui suara hati murid-murid-Nya. Yesus tidak mau merka hidup menurut kata orang lain. Kita tidak bias hidup menurut kata orang, melainkan apa kata hati kita sendiri. Tidak mungkin ketika orang bertanya tentang nama ayah kita, lalu kita menjawab: menurut orang sih Pak Ucup. Atau ketika pacar bertanya apakah kita saying padanya, lalu kita jawab: menurut orang sih, sayang. Saya yakin, tidak akan langsung minta putus. Itulah sebabnya Yesus meminta jawaban sendiri (otentik) dari para murid, menurut isi hati mereka sendiri. Ketika Petrus menjawab bahwa Yesus adalah Mesias, Yesus langsung menegaskan bahwa sesungguhnya Allahlah yang telah meneguhkan hal itu di dalam diri Petrus.

Mengapa harus mengaku dengan hati. Mengaku dengan hai berarti meyakini dengan teguh. Kalau kita mengaku mencintai anak-anak kita, berarti kita menyakini dengan teguh mereka menjadi bagian dari hidup kita. Kalau kita mengaku Yesus sebagai Mesias, berarti kita meyakini dengan teguh Yesus adalah Mesias pribadi kita. Ia menjadi bagian yang utuh dalam diri kita. Dengan mengaku di dalam hati, kita tidak lagi takut akan persoalan hidup, karena kita memiliki Mesias pribadi. Kita tidak perlu takut kesepian lagi, karena kita memiliki sahabat sejati. Kita memiliki Pembebas: pembebas dari dosa, kuasa jahat dan sgala jerat dunia yang menyesatkan. Bahkan, kita tidak perlu takut akan masa depan, karena Yesus beserta kita dan akan menjamin kecerahannya.

Kesungguhan hati seseorang tentu saja dapat diuji. Paling tepat diuji dengan kondisi yang sulit. Hasilnya ada 4 tipe:
1. Tipe orang banyak yang mengikuti Tuhan Yesus, yang dengan
spontan beramai-ramai meninggalkan Yesus lalu berbalik
menyerang dan menghakimi Yesus.
2. Tipe kebanyakan murid, yang ketika ancaman datang langsung
melarikan diri. Bahkan memilih melepaskan kain lenannya dan
lari telanjang daripada dikira murid Yesus (Mrk 14:50-52).
3. Tipe Petrus, yang berani ambil resiko. Tetapi tidak tahan lama.
Segera menyangkal ketika ancaman di depan mata.
4. Tipe yang terakhir ialah: sekali mengikut, tetap ikut dan setia
selama-lamanya.

Kita tipe yang mana? Banyak orang kristen mati sebagai martir, banyak juga harus menempuh sengsara demi Kristus, karena mereka percaya Yesus adalah Mesias, tetapi ada juga sebagaian orang kristen yang melepaskan pakaianya dan melarikan diri dengan telanjang. Tetapi Tuhan Yesus mau iman kita kuat di tengah cobaan. Teguh di tengah ancaman. Dia mau jadi pembebas bagi kita: pembebas dr dosa, pembebas dari kebiasaan jahat dan pembebas dari segala ketakutan kita. Yesus mau menjadi Mesias pribadi kita.

Thursday, June 25, 2009

Pilar-pilar Kepemimpinan Unggul

Komitmen
Sejak dini kita harus menanamkan pentingnya kesungguhan dalam menyelesaikan tugas-tanggungjawab. Komitmen kuat dan kesadaran pribadi adalah landasan peningkatan kualitas diri.

Kemitraan
Satu tarikan dalam kebersamaan akan menghasilkan kekuatan berlibat ganda. Kerjasama mesti digalang dengan mitra strategis berlandaskan prinsip kesetaraan untuk menghasilkan sinergi yang positif.

Komunikasi
Dari hati ke hati tulus menjalin kemunikasi untuk mendukung dan berbagi. Dalam menunjang pertumbuhan berkelanjutan senantiasa harus dijalin komunikasi mendalam dengan seluruh pihak.

Keahlian
Keahlian yang terus diasah akan berkembang menjadi profesionalisme sejati. Melalui program pendidikan dan pelatihan, profesionalisme itu akan tumbuh dan berbuah.

Kepedulian
Nilai kepedulian sangat penting , namun sikap pedulilah yang paling membahagiakan. Kualitas pelayanan selalu terus disempurnakan melalui kepedulian mendengar masukan berharga dari orang-orang lain.

Friday, June 19, 2009

Kesusahan Sebagai Kesempatan


(Ayb 38:1-11; 2 Kor 6:1-13; Mrk 4:35-41)

Kesusahan dan sejarah manusia ibarat sebuah lonceng: (1) Antara bandul dengan badan lonceng sangat terkait. Demikianlah pula sesusahan tidak pernah lekang dari perjalanan hidup manusia. Ada sejarah, pasti ada masalah. (2) Ada saat bandul dan badan lonceng berbenturan, menggetarkan dan menimbulkan kebisingan. Demikianlah sejarah manusia sarat dengan penderitaan, kegentaran dan bising dengan jeritan kesusahan. Akan tetapi, (3) tidak selamanya benturan itu berlangsung, karena juga ada saat-saat keteduhannya. Itulah saat ketika beban di pundak kita terangkat, keharmonisan tercipta dan sukacita melimpah.

Hidup Bagaikan Putaran Roda
Saudara, selalu ada titik-titik terbawah putaran roda hidup manusia. Titik ini adalah momen persoalan hidup begitu banyak dan rumit: persoalan keluarga menindih pekerjaan, ditambah soal-tugas gerejawi dan dilengkapi ketegangan personal dengan relasi-relasi lainnya. Kerap juga satu masalah melahirkan turunan-turunannya. Seperti global crisis yang terhambat laju perusahaan Anda, berakibat pada pemutusan hubungan kerja, mengganggu ekonomi keluarga, lalu mengancam pendidikan anak. SPP tidak lunas. Anak malu. Orang tua stress. Akitabnya, tanpa disangka, selalu ada nama baru pada Tribun kolom kriminal. Aduh.

Pengalaman pahit ini juga dirasakan oleh Ayub. Beruntun kesusahan memecutnya hingga tak berdaya. Mulai dari kekayaan yang musnah, anak-anak yang tewas dalam puing-puing rumah, istri yang berbelok setia, dilengkapi lagi dengan sakit barah busuk yang menggatal dari telapak kaki sampai ujung kepala. Begitu dramatis dan tragis.

Dalam kondisi seperti ini tidak banyak yang bertahan. Yang tidak percaya menjadi putus asa. Yang beriman pun bertanya skeptis: Mengapa orang beriman masih juga menderita? Tidak banyak yang bertahan seperti Ayub. Ketika mendengar istrinya menggerutu, Ayub menegur, “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (Ayb 2:9-10). Dalam hal ini Ayub bertabah hati. Ia setia.

Memang dari sudut pandang iman, segala sesuatu ada hikmahnya. Dari kasus Ayub, justru dalam penderitaan itulah ia menemukan wajah Allah. Allah menyatakan diri dalam badai. Allah menjawab Ayub dan mencerahkan pikirannya (Ayb 38:1). Perjumpaan dengan Tuhan itu menyadarkan Ayub bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. Ayub akhirnya mengakui bahwa dahulu dari kata orang saja ia mendengar tentang Allah, tetapi sekarang ia memandang Tuhan dengan matanya sendiri. Kesusahan hidup menjadi kesempatan bagi Ayub untuk mengenal Allah lebih mendalam.

Hidup Bagaikan Pelayaran Jauh
Dalam gambaran lain, hidup ini ibarat pelayaran mengarungi samudera. Cuaca serah selalu menenangkan jiwa, yang mengibaratkan keluarga yang harmonis, pekerjaan lancar, kebutuhan terpenuhi dan semua hubungan terjalin akrab. Tetapi juga ada masa di mana ombak begitu tinggi dan perahu kita terhempas tak tentu arah, seperti pengalaman murid-murid Yesus. Hidup terancam. Kita seolah sendirian. Tuhan terasa terdiam seribu kata.

Saudara, memang Tuhan tidak pernah berjanji laut akan selalu cerah, ataupun hidup selalu aman dan nyaman. Gelombang kesusahan dapat datang kapan saja dan kepada siapa saja, termasuk kepada Yesus sendiri. Tetapi melalui peristiwa kapal terhempas ini Yesus hendak memberi pelajaran berharga bahwa (1) Tuhan tidak pernah benar-benar tertidur. Ia mengerti kesusahan para murid. Tetapi Ia mau melihat kedalaman iman kita kepada-Nya. Itu penting bagi-Nya. (2) Tuhan Yesus tidak berdiam atas permohonan murid-Nya. Tuhan mendengar dan datang melihat. Tidak selamanya kita sengsara. Tangan Tuhan akan bekerja dan waktunya selalu tepat. Kita akan diselamatkan, dikuatkan dan ditegapkan kembali. Tuhan berfirman, ”Justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”

Saudara, hari ini kita semakin menyadari bahwa dalam kesulitan Ayub semakin mengenal Allah. Dalam kesusahan para murid melihat kuasa Allah. Dalam penderitaan pulalah Paulus semakin mengerti panggilannya sebagai pelayan yang setia, kawan sekerja Allah dan teladan yang tulus. Di dalam api emas menjadi murni. Bagaimana dengan Saudara?

Friday, June 5, 2009

Karakter Pemimpin Sejati

Saat seseorang memutuskan (baik secara sadar atau tidak) untuk mengikuti kepemimpinan Saudara, keputusan itu terutama karena satu atau dua hal berikut:
Karakter Saudara dan atau Kemampuan Saudara. Setiap orang yang kita temui selalu ingin memastikan apakah Saudara adalah orang yang pantas mereka ikuti, ataukah Saudara memiliki kemampuan untuk membawa mereka pada keberhasilan.

Tentu ada banyak pertimbangan untuk mengikuti kepemimpinan Saudara. Tetapi, di sini kita akan memusatkan perhatian pada pendalaman karakter-karakter yang membuat orang lain akan mengikuti kepemimpinan Saudara. Beberapa karakter utama kepemimpinan ini adalah:

1. Integritas
Integritas adalah kesatuan yang utuh antara yang Saudara katakan dengan yang Saudara lakukan. Integritas membuat Saudara dapat dipercaya. Integritas membuat orang lain mengandalkan Saudara. Integritas adalah penepatan janji-janji Saudara. Satu hal yang membuat sebagian besar orang enggan mengikuti Saudara adalah bila mereka tak sepenuhnya merasa yakin bahwa Saudara akan membawa mereka menuju ke tujuan yang Saudara janjikan. Apakah Saudara dikenal sebagai seseorang yang mempunyai integritas? Bila ya, maka Saudara sedang menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

2. Optimisme
Takkan ada orang yang mau mengikuti kita bila kita memandang suram masa depan. Mereka hanya mau mengikuti seseorang yang bisa melihat masa depan dan memberitahukan pada mereka bahwa di depan sana terbentang tempat yang lebih baik, dan mereka dapat mencapai tempat itu. Apakah Saudara melihat gelas itu separuh kosong? Bila ya, Saudara adalah seorang pesimis. Apakah Saudara melihat gelas itu separuh berisi? Bila ya, Saudara adalah seorang optimis. Apakah Saudara melihatnya sebagai segelas penuh; yaitu separuh berisi air dan separuh lagi berisi udara? Maka Saudara adalah seorang yang super optimis. Apakah Saudara dikenal sebagai seorang yang optimis? Bila ya, Saudara layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

3. Menyukai Perubahan.
Pemimpin adalah mereka yang melihat adanya kebutuhan akan perubahan, bahkan mereka bersedia untuk memicu perubahan itu. Sedangkan pengikut lebih suka untuk tinggal di tempat mereka sendiri. Pemimpin melihat adanya kebaikan di balik perubahan dan mengkomunikasikannya dengan para pengikut mereka. Jika Saudara tidak berubah, Saudara takkan bertumbuh. Apakah Saudara dikenal sebagai seseorang yang memicu perubahan? Jika ya, Saudara layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

4. Berani Menghadapi Resiko
Kapan pun kita mencoba sesuatu yang baru, kita mengambil resiko. Keberanian untuk mengambil resiko adalah bagian dari pertumbuhan yang teramat penting. Kebanyakan orang menghindari resiko. Karena itu, mereka bukan pemimpin. Para pemimpin menghitung resiko dan keuntungan yang ada di balik resiko. Mereka mengkomunikasikannya pada pengikut mereka dan melangkah pada hari esok yang lebih baik. Apakah Saudara dikenal sebagai seorang yang berani mengambil resiko? Jika ya, Saudara layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

5. Ulet Bin Tekun
Kecenderungan dari pengikut adalah mereka menyerah saat sesuatunya menjadi sulit. Ketika mereka mencoba untuk yang kedua atau ketiga kalinya dan gagal, mereka lalu mencanangkan motto, "Jika Saudara gagal di langkah pertama, menyerahlah dan lakukan sesuatu yang lain." Jelas saja mereka melakukan itu, karena mereka bukan pemimpin. Para pemimpin itu tahu apa yang ada di balik tembok batu, dan mereka akan selalu berusaha menggapainya. Lalu mereka mengajak orang lain untuk terus berusaha. Apakah Saudara dikenal sebagai seseorang yang ulet, tangguh, dan berdaya tahan tinggi? Jika ya, Saudara layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

6. Katalistis
Seorang pemimpin adalah seseorang yang secara luar biasa mampu menggerakkan orang lain untuk melangkah. Mereka bisa mengajak orang lain keluar dari zona kenyamanan dan bergerak menuju tujuan mereka. Mereka mampu membangkitkan gairah, antusiasme, dan tindakan dari para pengikut. Apakah Saudara dikenal seseorang yang mampu menggerakkan orang lain? Jika ya, Saudara layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

7. Berdedikasi Alias Komit
Para pengikut menginginkan seseorang yang lebih mencurahkan perhatian dan komit ketimbang diri mereka sendiri. Pengikut akan mengikuti pemimpin yang senantiasa bekerja dan berdedikasi, karena mereka melihat betapa pentingnya pencapaian tugas-tugas dan tujuan. Apakah Saudara dikenal sebagai seseorang yang komit dan senantiasa mencurahkan perhatian Saudara pada tujuan? Jika ya, Saudara layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

Friday, May 22, 2009

Menguduskan Nama Allah Dengan Hidup Kudus

(Kis 1:15-17, 21-26; Mzm 1; 1 Yoh 5:9-13; Yoh 17:6-19)

Bagi bangsa Israel, nama bukanlah sekadar sebutan, panggilan atau tanda pengenal; tetapi menyatakan sifat, karakter atau kepribadian yang memilikinya (bdk 1 Sam 25:25). Setiap nama orang Israel mengandung makna dan pesan pengalaman iman yang sangat khusus. Lalu bagaimana dengan nama Ucok, Slamet, Kanti, Rina, Sipayung atau Horas? Apa maknanya? Soal ini tanyalah pada empunya nama! Yang pasti orangtua memberi nama sesuai pengalaman dan harapan yang tersirat di dalam hati mereka.

Demikian pula sebutan dan nama Allah selalu menggambarkan jatidiri Allah sendiri. Sehingga "menguduskan nama Allah" selalu berarti memuliakan dan meninggikan jatidiri Allah. Itulah sebabnya setiap nabi selalu mengajak umat untuk senantiasa menguduskan nama Allah; bukan saja dengan ucapan, tetapi terlebih dengan hati dan hidup kudus. Tidak cukup dengan berseru: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan!" (bdk Yes 6:3; Why 4:8), melainkan dengan berbuat baik dalam hidup sehari-hari (bdk Mat 7:21; 2 Tes 3:13; Yak 2:14).

Konon Tolstoy, penulis terkenal Rusia, memiliki sebuah pengalaman kecil yang menarik. Suatu hari seorang pengemis menadahkan tangan kepadanya mengharap uang recehan. Setelah Tolstoy merogoh saku ternyata ia tidak membawa uang sama sekali. Maka ia berkata kepada pengemis itu: “Jangan marah Saudara, Saya sama sekali tidak membawa uang untuk Saudara.” Wajah pengemis itu sangat berseri ketika berkata: “Tapi bapak sudah panggil Saudara kepada Saya, itu adalah hadiah yang sangat besar!”.

Kita memang tidak tahu apakah sikap baik hati kedua orang di atas karena imannya kepada Tuhan Yesus. Namun rasanya tidak banyak orang seperti mereka; dengan kepedulian, keramahan, keterbukaan dan ketulusan berkata sebagai bentuk penghargaan. Kalau kita tersadar, malah banyak orang yang lama dekat dengan Tuhan, namun tidak memiliki sikap hati seperti itu. Tengok Yudas. Setiap hari hidup bersama Tuhan Yesus. Melihat mukjizat-Nya dengan mata kepala sendiri. Namun Yudas tidak banyak berubah. Hatinya tetap keras. Pikirannya tetap jahat. Hal ini sama fatalnya dengan orang yang mengaku telah mengenal Tuhan, namun suka melakukan kekejian layaknya teroris. Inikah jalan menguduskan nama Allah?

Mari belajar pada Yesus. Dari sudut insani, Kristus telah mempermuliakan nama Allah secara sempurna dan total, yaitu dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan Allah kepada-Nya. Di Yoh 17:4, Tuhan Yesus berkata: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya”. Sikap pengudusan nama Allah senantiasa diwujudkan dalam karya yang mempermuliakan Allah. Sebagai manusia, Yesus berkarya dan karya-Nya itu mampu memulihkan hubungan Allah dengan manusia lewat pengurbanan dan kematian-Nya.

Dari sudut ilahi, Kristus adalah satu-satunya pribadi ilahi yang ditetapkan Allah sebagai penyata nama Allah. Manakala Kristus disebut sebagai penyata nama allah, maka maksudnya adalah bahwa Tuhan Yesus adalah penyata diri Allah. Melalui hidup dan karyanya, manusia dapat melihat kehadiran Sang “YHWH”. Di Yoh. 14:7, Tuhan Yesus berkata: “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia". Kristus menyatakan ke-diri-an Allah melalui seluruh sifat, karakter, rencana dan karyanya. Pada saat seseorang melihat Yesus, maka pada saat itu juga dia telah melihat Allah Pengasih.

Bagaimana dengan kita? Saudara, Allah itu kudus, sehingga kita dipanggil untuk hidup kudus di hadapan-Nya. Tanpa kekudusan, maka kita tidak diperkenankan untuk memandang dan berjumpa dengan Allah. Di Mat 5:8, Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”. Karena itu panggilan setiap umat percaya adalah terus-menerus membangun iman dan kasihnya di atas kekudusan.
Kekudusan selalu bersifat membebaskan dan menyelamatkan, melalui tindakan yang adil, benar dan dalam perbuatan-perbuatan baik. Menurut Mzm 1, seyogyanya kita bagaikan pohon yang ditanam dekat Sumber Air Hidup, yang selalu menghasilkan buah-buah manis untuk dinikmati semua orang. Berjuanglah. Immanuel. Amin

Tuesday, May 19, 2009

Kasih Seorang Sahabat

(Kis 10:44-48; Yoh 15:9-17)

Pembukaan
Sebenarnya ada ratusan buku dan film yang telah mengupas betapa indahnya memiliki sahabat sejati ataupun betapa sakitnya hati dikhianati orang kepercayaan sendiri. Seperti warna-warni persahabatan yang disajikan film remaja “kepompong”. Dalam lirik soundtracknya saja sudah kaya pesan “Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu”. Persahabatan itu menakjubkan. Persahabatan itu menutupi kejijikan, tidak suka mengumbar kejelekan, tetapi melahirkan segala kebaikan hidup, menjadikan hidup lebih indah dan lebih berharga.

Pola Persahabatan Manusia
Tetapi, ternyata mencari sahabat sejati bukan perkara mudah. Sangat sulit. Mengapa? Karena setiap orang punya kriteria dan syaratnya tersendiri. Jangan hitam, jangan putih, mesti punya mobil, mesti cantik, tampan, berkaki empat, sederajat… Mesti ini…. Mesti begitu… jangan begini… Kalau dilist, bisa melebihi panjangnya daftar belanjaan ke pasar. Itulah sebabnya jumlah sahabat kita sangat sedikit dibanding banyaknya teman yang kita miliki. Kasih yang dimiliki manusia terlalu memilih-milih. Dengan kata lain kita terlalu pilih kasih. Rasanya kita perlu pencerahan: Kalau kasih sudah memilih-milih, apakah itu masih kasih namanya?

Tetapi, berbanding terbalik dengan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak pernah membatasi diri dalam bersahabat. Tidak pernah pasang label-label syarat. Tidak pernah menolak yang mendekat, tidak pernah menghalangi siapapun yang mau bersahabat, tidak mesti seorang pejabat, dan Dia selalu menunjukkan kasih seorang sahabat kepada siapapun yang ditemuinya. Bahkan menurut pengalaman Petrus, Kristus tidak saja mau bersahabat dengan para murid, tetapi juga dengan semua orang, termasuk orang-orang asing. Bangsa-bangsa lain yang dianggap kafir dan yang sering tidak mauk hitungan. Namun mereka juga dilayakkan kasih dan curahan Roh Kehidupan.

Biasanya prinsip manusia modern berbunyi begini: Di dunia ini tidak ada teman sejati, yang ada adalah kepentingan sejati. Ngeri yach... Itulah sebabnya dunia politik tidak pernah tidur, selalu memanas dan penuh gejolak. Demi kepentingan, persahabatan bisa hancur. Partai terbagi tiga. Koalisi berantakan. Perusahaan seperti mainan yang diperebutkan antar saudara. Demi kepentingan gereja juga bisa ribut. Kawan menikam dari belakang. Saling menghujat. Dan sebagainya. Inilah yang terjadi kalau kita kehilangan kasih Allah, tak ada kasih seorang sahabat.

Bunda Teresa pernah berkata, “Penyakit yang paling parah di dunia ini bukanlah kusta, kanker, jantung ataupun typhus, melainkan hidup tanpa kasih.” Penyakit yang paling menyakitkan bukanlah penyakit fisik, melainkan penyakit hati yang hampa kasih sayang. Pada jadinya rumah tangga tanpa kasih, sekolah tanpa kasih dan gereja tanpa kasih? Hidup tanpa kasih ibarat dunia tanpa mentari, gelap gulita, hampa dan tidak berwarna. Tetapi dengan kasih, di rumah sakit orang menemukan arti hidup. Di panti, dengan kasih panti asuhan melebihi damainya istana raja.

Allah Bersahabat dengan Manusia
Sebuah penerbitan di Inggris pernah mengadakan sayembara definisi terbaik tentang persahabatan. Banyak orang yang ikut. Ada yang mengatakan sahabat adalah orang yang selalu mengerti kita. Ada juga yang mendefinisikan sahabat adalah orang yang menambah sukacita kita dan membagi kesedihan kita. Tetapi definisi yang memenangkan sayembara itu berbunyi sahabat adalah seseorang yang mendekat di saat dunia menjauh darimu!

Pengertian ini begitu mendalam bahwa kasih seorang sahabat tidak saja nampak di saat kita bersukacita, tetapi juga saat dunia terasa menimpa kita. Bukan kita senang dia datang, kita susah dia pergi. Tetapi justru dia mendekat di kala dunia sedang menjauhi kita. Menurut Ams 17:17, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Seorang sahabat peduli setiap saat. Dia tulus dan bahagia saat kita berhasil, dan selalu menghibur saat kita putus asa. Ketika kita mengalami kesulitan, ia seperti saudara yang selalu menopang dan menolong sedemikian rupa.

Rasanya memang sulit menemukan sahabat yang demikian. Tetapi inilah gambaran kasih yang telah ditunjukkan Allah kepada manusia. Sejak awal Injil Yohanes telah menegaskan bahwa Kristus adalah inkarnasi Allah (Allah yang menjelma menjadi manusia). Firman hidup yang menjadi daging. Kasih Allah yang mewujud dalam rupa insani. Di dalam Kristus kita melihat Allah yang mau bersahabat dengan manusia. Yang Kudus menghampiri orang berdosa. Yang Mulia tinggal bersama orang bernoda.

Tetapi Tuhan Yesus tidak main-main. Dia tidak hanya mengajar, tetapi selalu membuktikan apa yang dikatakan-Nya. Membuktikan bagaimana berperan sebagai seorang sahabat sejati. Yesus berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Seorang sahabat sejati tidak akan mengorbankan orang lain agar dirinya selamat. Sebaliknya, seorang sahabat selalu bersedia mengorbankan dirinya sendiri, demi keselamatan sahabat-sahabatnya. Pengorbanan sahabat pertama: pengenalan yang mendalam. Kedua, selalu ada untuk sahabat. Ketiga, selalu memberi yang terbaik untuk sahabat. Tentu saja pengorbanan ini lahir dari dasar kasih, kasih yang hidup, kasih yang meluap dan selalu ingin tercurah lewat tindakan yang nyata. Tanpa kasih, kita tidak mungkin menjadi sahabat sejati.

Budak menjadi Sahabat Allah
Lagi-lagi mungkin kita bertanya, apa untungnya menjadi sahabat Yesus? Apa istimewanya? Seorang sahabat sejati tidak pernah mengungkit-ungkit kesalahan kita. Demikian pula Kristus, tidak lagi menghitung-hitung besarnya dosa kita. Sejauh timur dari barat demikianlah ia membuang dosa kita, sejauh langit dari bumi demikianlah ia melempar kesalahan kita. Ketika kita membuka diri menyambut kerinduan Tuhan, kita tidak lagi disebut-Nya hamba atau budak, melainkan sahabat kekasih. Lebih dari pada itu, Ia malah menceritakan kepada kita segala rencana hati-Nya, yang sedang mengerjakan keselamatan dan hidup kekal bagi kita. Kita menjadi orang-orang yang berpengharapan. Orang yang berbahagia karena dikasihi sang pencipta. Pengorbanan-Nya bagi kita sahabat-sahabat-Nya adalah pengorbanan yang menebus, kasih yang menyelamatkan.

Bagaimana dengan Kita?
Bila Kristus telah mau solider dengan kita, dan memperlakukan kita sebagai saudara-Nya, bagaimana dengan kita? Maukah kita juga memperlakukan sesama kita seperti sahabat kita sendiri? Jika Kristus telah menunjukkan kasih sejati seorang sahabat, bagaimana dengan kita? Maukah kita belajar memiliki kasih seperti itu? Tahukah Saudara bahwa hanya dengan demikian maka kita akan semakin dibentuk, untuk menjadi saudara bagi Kristus.

Dikisahkan seorang raja yang memiliki musuh besar. Berulangkali musuh tersebut mencoba menyerang sang raja tersebut. Karena itu panglima perang dan pimpinan pasukan selalu bersiap diri menghadapi serangan dari lawan tersebut. Tetapi yang mengherankan, suatu hari sang raja justru mengundang sang lawan makan bersama dalam sebuah jamuan besar. Usai jamuan itu, panglima bertanya, mengapa raja justru mengundang musuh tersebut makan bersama. Raja menjawab, “Tenanglah, aku telah mengalahkan musuh kita dan mengubahnya menjadi sahabat kita. Jadi kita tidak perlu berperang lagi”.

Bagaimana dengan kita? Apakah kehidupan kita dipenuhi oleh kasih Kristus sehingga kita mampu mengubah setiap lawan menjadi para sahabat kita? Apakah kita mampu memperlakukan semua orang sebagai sahabat kita dan mengarahkan mereka untuk berpegang kepada nilai-nilai kebenaran dan keadilan? Berbahagialah jikalau lingkup persahabatan kita selalu meluas dan menerobos tembok-tembok pemisah, sehingga semakin banyak orang yang mengenal kasih Kristus.

Friday, May 8, 2009

Karakter Pemimpin: Modal Dasar

Saya yakin Saudara pasti pernah melihat atau dapat membayangkan sebuah gunung es di tengah laut. Sadarkah Saudara bahwa gunung es yang nampak di permukaan air itu hanyalah 10 persen saja, sementara 90 persennya ada di bawah permukaan laut. Dan, justru yang membuat kapal tenggelam adalah bagian bawahnya, yang seringkali tidak terlihat atau tersadari oleh kita.

Dalam analogi kepemimpinan, gunung es adalah gambaran yang menarik. Bagian yang 10 % itu menggambarkan keahlian kita, sementara yang 90% adalah karakter diri kita. Yang seringkali menghancurkan dan menenggelamkan diri kita bukanlah keahlian yang kita miliki, melainkan karakter diri kita sendiri. Pemimpin tanpa karakter yang kuat ibarat pohon besar tanpa akar yang kokoh, mudah tumbang dalam badai dunia.

Sembilan puluh persen dari kepemimpinan kita dibentuk oleh karakter. Karakter ini adalah jumlah total dari:
Disiplin Diri: kemampuan melakukan apa yang benar meskipun kita merasa tidak ingin melakukannya
Nilai-nilai Inti: prinsip-prinsip yang kita jalani yang memampukan kita untuk memiliki pegangan moral.
Kesadaran Identitas: gambaran diri yang realistis berdasarkan maksud Allah menciptakan kita
Keamanan Emosional: kapasitas untuk menjadi stabil secara emosional serta konsisten.

Banyak orang berusaha mengejar yang kelihatan, namun mengabaikan karakter diri sendiri. Keahlian mungkin membawa kita ke puncak prestasi, tetapi karakterlah yang membuat kita tetap bertahan di sana. Jika kita tidak memiliki karakter yang kuat, pada akhirnya kita sendirilah yang akan menghancurkan prestasi dan kepemimpinan kita.

Karakter yang lemah mungkin dimulai dengan kebohongan dan kebiasaan buruk yang kecil. Kemudian berkembang menciptakan penipuan, perampokan, kejahatan niat dan skandal kekerasan. Orang modern hanya menghabiskan 10 persen waktunya untuk mencapai 90 persen karakternya. Tetapi Yesus Kristus menghabiskan 90 persen waktunya untuk membentuk karakternya, untuk siap melakukan 10 persen dari apa yang membentuk kariernya.

Kita cenderung berada dalam situasi yang terburu-buru untuk mencapai produktivitas kerja, tetapi kita kerap lupa mempertahankan kehidupan karakter, dan gagal secara moral di sepanjang jalan. Berita buruknya adalah bagian yang berada di bawah permukaan airlah yang membuat kapal tenggelam. Karakter yang lemah pada akhirnya akan menghancurkan kemampuan kita memimpin. Berita baiknya adalah bagian yang di bawah justru akan menopang puncak gunung es tetap menjulang. Demikian pula karakter akan tetap mendukung keahlian kita untuk mencapai puncak tertinggi prestasi kehidupan kita. Keep Struggle.

Komunikasi Yang Menyatukan

(Kej 11:1-9; Kis 2:1-7)

Pengantar
Dalam ilmu pembangunan jemaat, salah satu penentu hidup-mati dan bangun-runtuhnya sebuah jemaat atau komunitas adalah iklimnya. Iklim ini adalah kondisi hubungan yang terjalin dan pola komunikasi yang tercipta di dalam sebuah komunitas. Kalau iklimnya persekutuannya panas, maka orang yang berada di dalamnya akan merasa gerah dan selalu ingin beranjak keluar. Kalau mendung, orang akan segan dan malas untuk beraktivitas di dalamnya. Kalau iklimnya gelap dan dingin, orang akan sulit bertumbuh, bergerak, berkarya dan melayani.

Akan tetapi, kalau iklimnya terang dan hangat, semua orang akan merasa nyaman, terbuka dan bebas berekspresi. Kalau hubungan yang terjalin hangat dan komunikasi terbuka antar anggota, semua orang akan senang berkarya dan melayani di dalam komunitas tersebut. Saat ini gereja, perusahaan ataupun pemerintahan membutuhkan komunikator-komunikator ulung sebagai pencair suasana, pembangun jembatan relasi, pencipta kekeluargaan dan penyampai pesan yang benar dan jitu. Kita dapat mengamati bahwa yang ‘pemilik’ dunia selalu orang-orang yang menguasai informasi dan pola-pola komunikasi yang relevan. Untuk menjadi pejabat tidak lagi susah-susah, tinggal membangun opini masyarakat yang baik lewat komunikasi yang baik dan ‘gencar’, dijamin pada pemilu yang akan datang pasti menang.

Dua Hasil Komunikasi
Komunikasi yang baik akan membangun dan mengembangkan keutuhan dan kesatuan komunitas. Komunikasi dapat mempertemukan orang, opini atau segala latar belakang yang berbeda-beda. Komunikasi yang baik tidak saja mempertemukan, tetapi terlebih mampu menghidupkan pertemuan itu dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai bersama. Namun pada sisi lain, harus juga disadari bahwa komunikasi yang buruk dapat mengakibatkan kebalikannya. Komunikasi yang tidak berjalan dengan baik dapat menciptakan ketegangan, pertikaian bahkan perpecahan. Kesalahpahaman selalu disebabkan oleh pola pengkomunikasian pesan yang tidak baik/tepat. Seringkali masalah muncul bukan karena beda pendapat, tetapi karena cara penyampaian dan penanggapan pesan yang tidak jitu. Pertikaian suami-istri disebabkan ketertutupan komunikasi. Ribut orangtua-anak disebabkan kekakuan bahasa. Kehancuran perusahaan disebabkan arus komunikasi yang berantakan. Demikian pula halnya di gereja. Akibatnya, tidak ada kesepahaman pengertian, malah menimbulkan ketegangan dan ketersinggungan yang membangkitkan emosi.

Komunikasi ala Babel
Kalau kita amati dengan baik kisah orang Babel dalam Kejadian 11di atas, di sana akan kita temukan pola komunikasi yang nggak nyambung. Komunikasi acak-acakan. Satu dengan yang lain tidak saling mengerti. Orang tidak memahami apa yang didengar dari kawan bicara. Setiap orang berbicara menurut maunya sendiri. Mereka tidak mencoba saling memahami. Tidak saling membuka diri. Akibatnya muncul ketegangan, kesabaran habis, emosi meledak, persatuan hilang dan perpisahan rasanya menjadi pilihan paling tepat.

Mengapa ini bisa terjadi? Ketika Tuhan melihat kota itu, Ia menemukan penduduknya dirasuk kesombongan dan keangkuhan. Mereka berambisi membangun menara tertinggi di dunia (mungkin mengalahkan menara kembarnya Malaysia) di mana mereka mengira dapat memanah matahari dari puncaknya. Hati manusia penuh ambisi, nafsu dan sempitnya egoisme diri. Kondisi ini tentu saja tidak dikenan Tuhan, sehingga harus menghentikan rencana angkuh mereka. Tuhan pintar. Ia tahu kelemahan manusia: komunikasi. Kacaukan saja komunikasi pekerjanya, maka mereka tidak akan saling memahami, sehingga menghentikan pembangunan menara. Kacaukan saja komunikasi rakyatnya, mereka akan saling menyalahkan dan membenci. Dengan demikian nafsu jahat kota itu tidak akan berlanjut lagi.

Kalau kita menyadari ini dengan baik, maka ada aplikasi menarik bagi kita. Kalau persekutuan kita diisi oleh ambisi dan kepentingan tiap-tiap orang, maka itulah awal kehancuran kita. Ambisi membuat tiap pribadi mengutamakan suara hati sendiri, memaksakan kehendak dan membatasi orang lain. Situasi tersebut membuat kita kehilangan kekompakan, meretas ketertutupan dan melahirkan ketegangan. Komunikasi yang tidak baik itulah awal kebinasaan persekutuan kita.

Komunikasi = Kabar Baik
Secara teologis, komunikasi harus dilihat sebagai upaya penyampaian kabar baik kepada semua orang. Isi komunikasi haruslah berita Injil yang mampu menghibur yang berduka, menguatkan yang lemah dan memotivasi yang putus asa. Oleh karena itu, komunikasi yang mesti dibangun adalah komunikasi yang memahami dan memberi pemahaman. Komunikasi itu mesti memahami konteks hidup orang lain dan strategi penyampaian pesan yang tetap. Pesan yang disampaikan harus dipahami oleh orang lain dan relevan dengan kebutuhan mereka. Untuk itu, kita harus memperhatikan metodenya dengan baik: pilihan kata, suasana dan waktu penyampaian berita.

Komunikasi itu juga harus menyampaikan nilai-nilai kebenaran yang memberi penyadaran baru. Komunikasi mesti membangun kesadaran diri dan kelompok.

Komunikasi ala Pentakosta
Jikalau komunikasi ala Babel menimbulkan kekacauan dan perpecahan, maka komunikasi ala Pentakosta melahirkan sebaliknya. Dalam kisah Pentakosta kita temukan bahwa semua murid berkumpul di satu tempat dan mengalami sukacita bersama. Mereka memang mengucapkan kata-kata dalam bahasa yang berbeda-beda, tetapi itu tidak lantas mengacaukan mereka. Mereka tetap sehati. Bahkan orang lain yang melihatnya juga tercengang-cengang, karena mereka mengerti pesan yang disampaikan dalam bahasa mereka sendiri.

Komunikasi Pentakosta ini sungguh-sungguh menumbuhkan kesatuan, pengertian, mendatangkan damai sejahtera dan membuka penerimaan bagi orang-orang baru. Komunikasi para murid sungguh telah membongkar tembok-tembok pemisah di antara mereka ataupun ‘kelompok dalam’ dengan ‘kelompok luar’. Pada waktu yang sama, komunikasi yang baik itu juga telah membangun jembatan penyatu antar tiap-tiap orang, sehingga terbuka gerbang seluas-luasnya untuk siapapun yang bermaksud untuk masuk ke dalamnya.

Menurut kesaksian dokter Lukas, rahasia terciptanya komunikasi yang baik itu adalah karena tiap-tiap orang dikuasai oleh Roh Kudus. Ketika Roh Kudus turun ke atas mereka, maka Roh itu juga berkuasa atas diri mereka. Dengan demikian, egoisme, nafsu, ambisi dan pementingan diri sendiri menjadi lenyap. Roh Kudus menyatukan hati mereka dan menumbuhkan sukacita besar. Perbedaan tidak lagi menjadi pembatas hubungan, melainkan kekayaan yang harus diberdayakan. Roh Kudus memampukan setiap orang menerima yang lain dengan sukacita, membagi kasih dengan tulus dan menyambut orang asing dengan lapang dada. Bahkan berita berita Injil mesti disampaikan kepada semua orang dengan cara komunikasi yang dapat dimengerti, yakni menggunakan bahasa masing-masing penerima. Dengan demikian, orang-orang lain juga menerima keselamatan dan damai sejahtera hidup dalam Kristus.

Panggilan
Saudara, paradigma berkomunikasi yang baru ini akan menuntun kita pada sebuah perubahan hidup, dengan iklim persekutuan yang hangat dan terang. Di dalamnya semua orang memiliki ruang yang cukup untuk bertumbuh, disambut dengan sukacita dan melayani dengan penuh gairah. Untuk itu, saat ini kita dipanggil untuk menjadi komunikator-komunikator Allah. Menjadi juru bicara Tuhan. Tugas kita ialah memberitakan Injil Allah kepada semua orang di sekitar kita:
Pembawa damai, di tengah kehidupan yang sarat dengan ketegangan dan pertengkaran
Pembawa terang,
di tengah kehidupan yang penuh kegelapan dan kehilafan hati
Pembawa pengampunan, di tengah kehidupan yang diwarnai nafsu balas dendam

Tuesday, May 5, 2009

Melenyapkan Ketakutan

"Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1Yoh 4:18)

Ada banyak jenis rasa takut yang sering hinggap pada manusia. Setidaknya ada sekitar 565 jenis rasa takut (fobia) yang bisa merasuk. Ada rasa takut yang sangat berat seperti takut terhadap hantu (spektrophobia), takut menderita (fatophobia), takut mati (thanatophobia), takut akan kegagalan (atychiphobia), takut pada pernikahan (gamophobia). Ada juga rasa takut yang nampaknya aneh untuk kebanyakan orang lain seperti takut emas (aurophobia), takut akan wanita cantik (venustraphobia), takut bunga (anthophobia), takut sinar matahari (heliophobia), takut orang asing (xenophobia).

Contoh di atas menunjukkan bahwa begitu banyak ketakutan yang dapat hinggap dalam hati kita. Mungkin saat ini Anda sedang berada dalam situasi yang belum pernah Anda alami sebelumnya. Anda mungkin sedang menghadapi tanggung jawab baru yang Anda sendiri belum tahu pasti bagaimana menanganinya. Anda mungkin mempunyai kebutuhan yang jauh lebih besar dibanding sumber-sumber yang Anda miliki, dan rasa takut menyerang Anda, mengatakan bahwa Anda tidak akan berhasil. Anda mungkin merasa sendirian dalam keadaan Anda, sehingga rasa takut itu semakin mencekik Anda.

Nas 1 Yohanes di atas hendak menekankan bahwa dengan kasih Kristus yang kita miliki dalam hati kita, maka hilanglah segala ketakutan dan kekuatiran hidup. Coba kita renungkan. Apakah lawan dari rumah yang bernafaskan ketakutan? Tentu saja rumah yang bernafaskan cinta kasih. Rumah yang bernafas kasih adalah sebuah kehidupan yang di dalamnya kasih dikerjakan secara nyata: kasih kepada Allah dan sesama. Rumah yang bernafas kasih menawarkan persahabatan, penerimaan, perbaikan dan pemulihan. Penulis surat 1 Yohanes mengatakan: "Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan." Yang dimaksud adalah kasih llahi. Ketika Allah menyatakan kasihnya kepada manusia melalui anak-Nya yang mati tersalib, Allah membebaskan manusia dari belenggu ketakutan. Allah yang tadinya sangat jauh telah menjadi Allah yang sangat dekat, dan bahkan mengenakan kemanusiaan kita yang berada di bawah bayang-bayang hukuman kematian. la tidak mendekati manusia dengan tuntutan dan hukuman, melainkan dengan penebusan dan penyelamatan. Kasih Yesus mendamaikan hubungan manusia dengan Allah. Kasih-Nya menerima dan menyelamatkan manusia yang berdosa.

Saudara, setidaknya ada dua alasan mengapa kasih melenyapkan ketakutan:
a. Ketakutan akan hari penghakiman Allah (1 Yoh 4: 17-11).
Dalam konteks ini, ketakutan adalah perasaan negatif sebagai tersangka ketika berhadapan dengan pengadilan llahi. Ketakutan muncul karena Allah diposisikan sebagai hakim yang hanya memiliki moralitas keadilan. Dalam moralitas keadilan, yang salah dihukum dan yang benar diselamatkan. Namun Allah kita bukan hanya Allah yang mahaadil, melainkan juga mahakasih. Allah adalah kasih, barangsiapa mengenal eksistensi Allah yang adalah kasih, maka ketakutannya akan lenyap. Keadilan menghadapkan kita pada tuntutan dan hukuman, sedangkan kasih menghadapkan kita pada pengampunan, perbaikan dan penyelamatan. Dengan demikian, berhadapan dengan Allah yang adalah kasih, tidak lagi menakutkan.

b. Allah menghakimi dengan kriteria hidup dalam kasih.
Bagi orang yang tidak mengasihi Tuhan dan sesama, maka hari penghakiman menjadi hari yang menakutkan. Tetapi bagi yang mengasihi Tuhan dan sesama, ia tidak perlu takut. Dengan mengasihi berarti kita hidup dalam perdamaian dengan Allah dan sesama, sehingga tidak perlu takut baik pada hari penghakiman maupun pada kehidupan saat ini. Barangsiapa hidup dalam kasih, ia tidak perlu cemas akan dipersalahkan. la bebas dari rasa takut karena ia sudah memenuhi kriteria keselamatan. Atau setidaknya jika presentasi hidup dalam kasih sudah dikerjakan semaksimal mungkin dan ternyata tetap tidak sempurna juga, maka kasih Allah akan menyempurnakannya.

Di saat-saat kita merasa terdakwa, ingat selalu kalau kita adalah anak-anak Allah yang sangat dikasihi, dibeli dengan darah Yesus yang sangat mahal. Nilai kita sama dengan Yesus sendiri. Pada waktu kasih Kristus kita rasakan begitu sempurna dalam hidup kita, kita akan mempunyai keberanian dan manifestasi kemenangan akan terjadi.

Tuhan mempunyai rencana yang baik bagi Anda, dan Dia akan menyatakan rencanaNya itu pada waktu yang tepat. Jangan takut! Tuhan ada bersama Anda dan Dia tidak akan meninggalkan Anda tanpa bantuan! Jika Anda membutuhkan bantuan keuangan, Dia akan menyediakan. Jika Anda membutuhkan bantuan fisik, Dia akan membuat Anda bertahan sementara Anda menunggu termanifestasinya kesembuhan secara utuh. Jika Anda membutuhkan dukunga emosional, Dia akan menenangkan dan menghibur Anda dengan damai sejahtera dan penghiburan yang hanya bisa diberikan oleh Roh Kudus. Dia akan memelihara Anda dan memberikan kekuatan dalam setiap area hidup Anda. Tuhan ada untuk Anda dan bersama Anda, Dia bukan lawan Anda. Iblis adalah lawan Anda, tapi Tuhan ada di pihak Anda. Yang Maha Kuasa hidup di dalam Anda! (1 Yoh 4:4)

Kasih Kristus melenyapkan ketakutan

"Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1Yoh 4:18)

Ada banyak jenis rasa takut yang sering hinggap pada manusia. Setidaknya ada sekitar 565 jenis rasa takut (fobia) yang bisa merasuk. Ada rasa takut yang sangat berat seperti takut terhadap hantu (spektrophobia), takut menderita (fatophobia), takut mati (thanatophobia), takut akan kegagalan (atychiphobia), takut pada pernikahan (gamophobia). Ada juga rasa takut yang nampaknya aneh untuk kebanyakan orang lain seperti takut emas (aurophobia), takut akan wanita cantik (venustraphobia), takut bunga (anthophobia), takut sinar matahari (heliophobia), takut orang asing (xenophobia).

Contoh di atas menunjukkan bahwa begitu banyak ketakutan yang dapat hinggap dalam hati kita. Mungkin saat ini Anda sedang berada dalam situasi yang belum pernah Anda alami sebelumnya. Anda mungkin sedang menghadapi tanggung jawab baru yang Anda sendiri belum tahu pasti bagaimana menanganinya. Anda mungkin mempunyai kebutuhan yang jauh lebih besar dibanding sumber-sumber yang Anda miliki, dan rasa takut menyerang Anda, mengatakan bahwa Anda tidak akan berhasil. Anda mungkin merasa sendirian dalam keadaan Anda, sehingga rasa takut itu semakin mencekik Anda.

Nas 1 Yohanes di atas hendak menekankan bahwa dengan kasih Kristus yang kita miliki dalam hati kita, maka hilanglah segala ketakutan dan kekuatiran hidup. Coba kita renungkan. Apakah lawan dari rumah yang bernafaskan ketakutan? Tentu saja rumah yang bernafaskan cinta kasih. Rumah yang bernafas kasih adalah sebuah kehidupan yang di dalamnya kasih dikerjakan secara nyata: kasih kepada Allah dan sesama. Rumah yang bernafas kasih menawarkan persahabatan, penerimaan, perbaikan dan pemulihan. Penulis surat 1 Yohanes mengatakan: "Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan." Yang dimaksud adalah kasih llahi. Ketika Allah menyatakan kasihnya kepada manusia melalui anak-Nya yang mati tersalib, Allah membebaskan manusia dari belenggu ketakutan. Allah yang tadinya sangat jauh telah menjadi Allah yang sangat dekat, dan bahkan mengenakan kemanusiaan kita yang berada di bawah bayang-bayang hukuman kematian. la tidak mendekati manusia dengan tuntutan dan hukuman, melainkan dengan penebusan dan penyelamatan. Kasih Yesus mendamaikan hubungan manusia dengan Allah. Kasih-Nya menerima dan menyelamatkan manusia yang berdosa.

Saudara, setidaknya ada dua alasan mengapa kasih melenyapkan ketakutan:
a. Ketakutan akan hari penghakiman Allah (1 Yoh 4: 17-11).
Dalam konteks ini, ketakutan adalah perasaan negatif sebagai tersangka ketika berhadapan dengan pengadilan llahi. Ketakutan muncul karena Allah diposisikan sebagai hakim yang hanya memiliki moralitas keadilan. Dalam moralitas keadilan, yang salah dihukum dan yang benar diselamatkan. Namun Allah kita bukan hanya Allah yang mahaadil, melainkan juga mahakasih. Allah adalah kasih, barangsiapa mengenal eksistensi Allah yang adalah kasih, maka ketakutannya akan lenyap. Keadilan menghadapkan kita pada tuntutan dan hukuman, sedangkan kasih menghadapkan kita pada pengampunan, perbaikan dan penyelamatan. Dengan demikian, berhadapan dengan Allah yang adalah kasih, tidak lagi menakutkan.

b. Allah menghakimi dengan kriteria hidup dalam kasih.
Bagi orang yang tidak mengasihi Tuhan dan sesama, maka hari penghakiman menjadi hari yang menakutkan. Tetapi bagi yang mengasihi Tuhan dan sesama, ia tidak perlu takut. Dengan mengasihi berarti kita hidup dalam perdamaian dengan Allah dan sesama, sehingga tidak perlu takut baik pada hari penghakiman maupun pada kehidupan saat ini. Barangsiapa hidup dalam kasih, ia tidak perlu cemas akan dipersalahkan. la bebas dari rasa takut karena ia sudah memenuhi kriteria keselamatan. Atau setidaknya jika presentasi hidup dalam kasih sudah dikerjakan semaksimal mungkin dan ternyata tetap tidak sempurna juga, maka kasih Allah akan menyempurnakannya.

Di saat-saat kita merasa terdakwa, ingat selalu kalau kita adalah anak-anak Allah yang sangat dikasihi, dibeli dengan darah Yesus yang sangat mahal. Nilai kita sama dengan Yesus sendiri. Pada waktu kasih Kristus kita rasakan begitu sempurna dalam hidup kita, kita akan mempunyai keberanian dan manifestasi kemenangan akan terjadi.

Tuhan mempunyai rencana yang baik bagi Anda, dan Dia akan menyatakan rencanaNya itu pada waktu yang tepat. Jangan takut! Tuhan ada bersama Anda dan Dia tidak akan meninggalkan Anda tanpa bantuan! Jika Anda membutuhkan bantuan keuangan, Dia akan menyediakan. Jika Anda membutuhkan bantuan fisik, Dia akan membuat Anda bertahan sementara Anda menunggu termanifestasinya kesembuhan secara utuh. Jika Anda membutuhkan dukunga emosional, Dia akan menenangkan dan menghibur Anda dengan damai sejahtera dan penghiburan yang hanya bisa diberikan oleh Roh Kudus. Dia akan memelihara Anda dan memberikan kekuatan dalam setiap area hidup Anda. Tuhan ada untuk Anda dan bersama Anda, Dia bukan lawan Anda. Iblis adalah lawan Anda, tapi Tuhan ada di pihak Anda. Yang Maha Kuasa hidup di dalam Anda! (1 Yoh 4:4)

Monday, May 4, 2009

Mengasihi Dengan Rela Berkorban

Pepatah para pecinta berbunyi demikian:

Seseorang dapat berkorban tanpa mengasihi,
tetapi tidak dapat mengasihi tanpa berkorban.

Kalau kita coba memahami bagian yang pertama, maka memang ada banyak contoh bahwa pengorbanan tidak selalu didasari pada kasih, tetapi juga sering karena ambisi, nafsu, kepentingan dan kebencian. Para terosris berkorban karena kebencian, ada juga yang bunuh diri karena putus asa, banyakk caleg berkorban habis-habisan hanya demi nafsu dan ambisi harta dan kekuasan. Tetapi ketika ambisi sirna, harapan juga sirna. Juga masih banyak pengorbanan lainnya yang mempertaruhkan harga diri demi materi, keluarga demi kerja dan iman demi sebuah pergaulan yang tidak menumbuhkan.
Tetapi kita akan tersentak ketika menyadari bahwa sesungguhnya kasih mesti selalu diikuti pengorbanan. Kasih selalu harus dibuktikan untuk dirasakan dan dirasakan untuk dibuktikan. Sekitar 50 tahun silam, Liu Guojiang (yang berusia 19 tahun) jatuh cinta pada seorang janda 29 tahun bernama Xu Chaoqin. Pada saat itu mencintai wanita yang lebih tua adalah suatu kejanggalan dan tidak dapat diterima. Seperti kisah Romeo dan Juliet, teman dan keluarga selalu mencela pasangan ini, karena perbedaan usia dan kenyataan bahwa Xu sudah punya beberapa anak.

Akhirnya pasangan ini memutuskan untuk melarikan diri dan tinggal di sebuah goa di pegunungan. Sekalipun memiliki kehidupan baru yang menyedihkan karena tidak memiliki apa-apa, namun cinta tetap mengikat mereka dalam kebahagiaan. Setelah 2 tahun tinggal di gunung itu, Liu mulai memahat anak-anak tangga, agar isterinya dapat naik-turun gunung dengan mudah. Proses memahat ini berlangsung terus selama 50 tahun.

Setengah abad kemudian, tahun 2001, sekelompok orang menjelajah hutan itu dan terheran saat menemukan 6000 anak tangga yang telah dibuat Liu dengan tangannya sendiri. Inilah bukti cinta. Liu meninggal pada usia 72 tahun dalam pelukan sang istri, karena sakit sepulang dari ladang. Tahun 2006 kisah ini menjadi satu dari 10 kisah cinta yang terkenal di China, dan anak tangga serta gua itu menjadi musium agar kisah cinta ini dapat hidup terus.

Pengorbanan Sang Gembala Baik
Kisah di atas menegaskan bahwa cinta baru berbuah lewat pengorbanan. Cinta yang hanya omong kosong namanya gombal, istilah kerennya lebay (suka berlebihan, banyak omong, ngibul). Dalam logika kita, cinta mesti nyata lewat tindakan, cinta ibu lewat pemeliharaan, cinta orang tua dalam memperjuangkan keutuhan keluarga, cinta kekasih dalam mendampingi dan membayar harga untuk sebuah kebahagiaan bersama.

Prinsip ini juga berlaku bagi Allah. Allah adalah kasih. Dan Allah mengasihi dunia. Logikanya: cinta Allah itu harus nyata, agar bisa kita mengerti. Lalu apa buktinya? Diawali pernyataan Yoh 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal...” Allah tidak sedang ngegombal. Allah serius....

Ungkapan kasih Allah itu ditunjukkan-Nya dalam analogi peran-Nya sebagai seorang gembala. Seorang gembala yang baik. Menurut Tuhan Yesus, gembala yang baik selalu ada untuk domba-dombanya. Gembala yang baik memelihara kebutuhan dombanya. Gembala yang baik selalu mengenal domba-dombanya. Gembala yang baik siap bertarung melawan serigala. Dan, gembala yang baik memberikan nyawanya hanya untuk menyelamatkan domba-Nya. Di deso, Saya masih menikmati mengembalakan kerbau. Setiap hari bawa ke padang rumput. Dijagain. Digiring ke air untuk minum dan ngobak. Menyabit rumput untuk makan malam. Pokoknya mirip Daud dah. Di leher kerbau itu selalu dipasang lonceng yang terbuat dari kayu. Kita mesti mengenal suara lonceng itu untuk membedakannya dari kerbau orang lain.

Demikianlah Kristus juga telah menjadi gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Ia mendampingi yang kesepian, merawat yang sakit, mencari yang hilang, memberikan nyawanya untuk domba-Nya dan merebut kembali kita dari mulut kematian. Sebagai gembala yang baik, Yesus mengenal kita satu persatu, mengerti kita manusia berdosa yang perlu penebusan dan penyelamatan. Tidak seperti gembala upahan yang kabur ketika ada masalah dan tidak bertanggungjawab, Yesus tetap berjuang sampai titik darah penghabisan untuk menyelamatkan dan membawa kita pulang kembali ke rumah Bapa.

Suatu ketika mantan Presiden RI yang pertama, Bung Karno diundang menghadiri perayaan Natal di Jakarta dengan tema “Yesus Adalah Gembala Yang Baik”. Ketika diminta memberi sambutan, dengan suara lantang Bung Karno membaca tema tersebut, lalu berkata:”Itu salah!” Tentu saja membuat hadirin menjadi kebingungan, lalu katanya pula: ”Yesus Adalah Gembala Yang Terbaik!” Semua merasa lega dan bertepuk tangan gembira!

Kita tidak tahu seberapa dalam Bung Karno mengenal Tuhan Yesus. Tetapi apresiasi itu menunjukkan kedalaman hatinya dalam meneladani Yesus. Yesus yang inspirasional. Bagaimana dengan kita? Seberapa dalam kita sudah mengenal Yesus. Sebagai dombanya, seberapa dalam kita mengenal suara-Nya, mendengar dan mengikuti-Nya di belakang? Seberapa dalam kita memaknai pengorbanan-Nya dan belajar seperti dia?
Saudara, seringkali kadar pengorbanan kita diukur oleh besarnya imbalan yang akan kita dapatkan. Padahal, kasih itu alamiah, tidak direkayasa, tulus dan tidak menuntut upah. Sebagai contoh: bila kita melihat seorang wanita yang hamil tua, terpeleset saat menuruni tangga, pasti timbul keinginan untuk menolongnya. Kita segera menghampirinya tanpa terlebih dahulu bertanya apakah ibu itu kenal dengan kita atau tidak? Atau kita menanyakan lebih dulu siapa namanya dan tinggalnya di mana? Yang perlu adalah kita berkorban mengangkat dan mengantarnya ke rumah sakit, bahkan menemaninya hingga pulih.

Allah = Kasih = Berkorban
Rahasia Allah ialah kasih. Rahasia kasih ialah pengorbanan. Rahasia pengorbanan ialah kebahagiaan dalam memberi. Inilah yang mesti kita sadari bahwa Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, agar menjadi teladan bahwa kita juga wajib memberikan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Sebab setiap orang yang membenci saudaranya adalah pembunuh manusia. Dan seorang pembunuh tidak memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya. Tetapi mereka yang mengasihi dengan pengorbanan tidak akan pernah kekurangan dalam sukacita hidup. Memakan makanan enak itu menyenangkan, tetapi jauh lebih enak makan dengan orang yang kekurangan. Tidur di pastori itu menyenangkan, tetapi jauh lebih menyenangkan berbagi kasur dengan seorang sahabat. Naik motor itu menyenangkan, tetapi jauh lebih menyenangkan memberi tumpangan kepada orang yang sedang butuh tumpangan.

Friday, April 24, 2009

Menaruh Pengharapan Kepada Kristus Yang Bangkit

Dunia postmodern sedang “menggoyang” kekristenan dengan menyodorkan beribu ‘fakta’ bahwa Yesus adalah manusia biasa semata. ‘Fakta’ tersebut mulai dari penemuan Injil Maria dan Injil Filipus yang menyimpulkan Yesus berkencan dengan Maria dan mengasihinya lebih daripada murid lainnya; terbitan buku populer seperti The Da Vinci Code dan Jesus’ Dinasty yang menyebutkan bahwa Yesus berkeluarga dan memiliki keturunan; sampai penemuan makam Talpiot dan karangan The Lost Tomb of Jesus yang mengatakan bahwa dinasti Yesus dapat ditemukan dalam sebuah makam khusus keluarga Yesus (termasuk Yesus ada di dalamnya).

Dalam kondisi ini, Kristus sungguh dihujat dan dinyatakan tidak bangkit dengan banyak argumen. Ada yang mengatakan bahwa jasad-Nya dicuri, atau dimakan binatang buas, atau hanya mati suri, atau membusuk dan dimasukkan dalam osuarium (peti) khusus bersama keluarganya.

‘Fakta-fakta’ ini (lebih tepatnya asumsi) bagi sebagian orang sangat mengganggu dan menggoyang iman. Juga mungkin ada yang kecewa atau merasa dipermainkan oleh ‘mereka yang merasa lebih tahu’. Juga mungkin ada yang putus asa dan hilang harapan karena merasa beriman pada sosok yang salah dan lemah.

Saudara, semua isu itu mesti kita sikapi dalam kedewasaan iman; bukan dengan otot dan emosi, tetapi dengan hikmat dan keteguhan iman. Semua itu asumsi semata. Asumsi yang lahir akibat ketidakpuasan pada jawaban bahwa Yesus memang bangkit. Asumsi untuk memenuhi tuntutan logika belaka. Dengan demikian, kita tidak perlu putus asa, kecewa, apalagi kehilangan pengharapan. Dapat dipastikan bahwa pengalaman para murid yang bertemu dengan Yesus yang bangkit bukanlah sebuah halusinasi. Halusinasi biasanya terjadi dalam kesendirian dan kekosongan pikiran. Halusinasi tidak terjadi secara komunal dan dalam kesadaran total. Oleh karena itu, penyataan diri Yesus kepada para murid mesti dijadikan sebuah kesaksian yang valid dan tegas. Bukan rekayasa. Bahwa mereka bersama menyaksikan rupa Yesus, tanda luka-Nya dan kebersamaan yang tercipta dengan-Nya adalah upaya Yesus menunjukkan bahwa Ia sungguh bangkit dan hidup (Luk 24:41-43, 46).

Di sini kita belajar bahwa Kristus benar-benar bangkit dan kebangkitan-Nya bukan hanya sekadar peristiwa historis, tetapi peristiwa yang memberikan pengharapan. Apakah pengharapan di balik kebangkitan Kristus? Pertama, kebangkitan Kristus memberi pengharapan akan kepastian iman. Kepastian iman ini terkait dengan penebusan dosa dan keselamatan. Paulus mengemukakan bahwa jika kita hanya menaruh pengharapan pada Kristus yang mati dan tidak bangkit, maka kita adalah orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi syukur, Kristus bukan hanya mati, tetapi Ia juga bangkit. Ini membuktikan Ia menang atas kuasa Iblis, dosa dan maut. Kemenangan ini juga sekaligus menyediakan keselamatan dan kepastian bahwa di dalam Kristus iman kita tidak menjadi sia-sia.

Kedua, kebangkitan Kristus memberi pengharapan akan perubahan hidup. Kristus yang bangkit telah mengubah kita yang dahulu seorang pendosa menjadi anak-Nya yang diselamatkan (1 Yoh 3:1-2). Mengubah peragu seperti Thomas menjadi seorang beriman; penjahat seperti Paulus menjadi pelayan yang setia; dan penakut seperti Petrus menjadi seorang yang penuh kuasa. Kis 3:12-19 menyaksikan bagaimana Petrus menyembuhkan seorang lumpuh dengan menyebut nama Yesus yang bangkit. Ia beriman. Iman itu menumbuhkan pengharapan bahwa di dalam Kristus yang bangkit ada kuasa yang besar.

Saudara, sebagaimana kuasa Kristus yang bangkit telah mengubah hidup para rasul, maka biarlah kebangkitan-Nya ini juga melawat dan menyentuh hati dan pikiran kita, sehingga anugerah-Nya pun dapat kita alami. Jangan lagi mau ditipu oleh media apapun bahwa Kristus tidak pernah bangkit. Biarkan Roh Kudus membuka hati dan pikiran kita untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat kita yang hidup. Kristus yang bangkit akan memberikan kuasa kepada kita melalui Roh Kudus bahwa kita sanggup mengalahkan kuasa dosa, iblis dan maut, karena Ia telah mengalahkan segala kuasa bagi umat pilihan-Nya (1 Kor 15:25-27), supaya kita menjadi hamba-Nya yang setia.

Wednesday, March 18, 2009

Menyalibkan Manusia Lama

[Roma 6:1-11]

Beberapa waktu lalu ada tayangan di televisi yang mengupas rahasia hidup sekelompok relawan yang melayani orang-orang buta. Berbeda dengan bentuk pelayanan yang umum, para relawan ini memberikan salah satu biji mata mereka untuk didonorkan kepada orang-orang buta. Dengan berbuat demikian mereka berbagi penglihatan kepada orang-orang yang tidak pernah melihat rupa dunia ini, sehingga juga dapat menikmati keindahan semesta alam. Mereka berbagi cahaya kepada yang gelap, sehingga yang tidak punya asa kembali memiliki harapan akan hari esok yang lebih indah.

Wajar kita mengajukan pertanyaan, “Kok bisa? Bagaimana para relawan ini bisa sampai pada penghayatan hidup yang demikian?” Satu hal yang jelas ialah mereka hidup tidak lagi berorientasi pada diri sendiri. Mereka hidup untuk dan demi kehidupan orang lain. Dan, sudah barang tentu penghayatan hidup seperti ini didasari oleh pemaknaan teologis yang mendalam, yakni bagaimana Tuhan digeluti dalam iman yang mengubah hidup menjadi lebih berarti. Memakai istilah Paulus, hidup yang demikian ini adalah hidup manusia yang baru.

Istilah lama-baru, terang-gelap dan tua-muda adalah khas analogi Paulus, yang menggambarkan dua fase kerohanian manusia yang saling bertolakbelakang. Manusia lama diwakili oleh karakter kedagingan yang penuh dengan kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, perseteruan, iri hati, amarah, pementingan diri sendiri, kemabukan, dll (Gal 5:19-21). Sebaliknya, manusia baru diwakili oleh karakter manusia yang penuh dengan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Gal 5:22-23). Maksud Paulus, umat percaya perlu mengoreksi dan mengevaluasi dirinya masing-masing dengan mengamati roh-karakter apa yang menggerakkan kehidupan mereka. Jikalau iri hati, pementingan diri sendiri dan amarah masih menjadi tabiat orang percaya dan jikalau roh penyembahan berhala, roh perseteruan dan roh hawa nafsu masih menguasai mereka, sesungguhnya mereka harus dibaharui.

Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm 6:6). Dengan kalimat tersebut Paulus menegaskan bahwa pilihan orang percaya sesungguhnya tidak lebih daripada satu, yakni hidup sebagai manusia yang baharu. Di dalam Kristus tidak ada lagi manusia lama, sebab hidup kedagingan kita telah disalibkan bersama kematian Kristus. Sebab siapa telah mati di dalam Kristus, ia pun telah bebas dari dosa. Jadi, mengikut Kristus senada dengan meninggalkan tabiat lama yang penuh dosa. Jikalau dihayati dengan mendalam, baptisan adalah tanda pembaharuan itu.

Oleh karena itu:
Pandanglah hari ini, sebab kinilah realitas sesungguhnya
Kemarin hanyalah impian, esok hanyalah bayangan
Tetapi kini adalah kenyataan eksistensimu
Tabiat buruk mengelamkan masa lalu,
Demikian mengeruhkan masa kini
Terlebih menghilangkan masa depan
Tiada untungnya manusia lama itu
Jadi buatlah dia menjadi baru:
Kata bijak, hati tulus, laku elok, kaki lurus
Maka
Yang kemarin akan menjadi impian bahagia
Dan esok menjadi bayangan yang berpengharapan

Tuesday, March 17, 2009

Mengetahui Kehendak Allah

Mengetahui Kehendak Allah

Pengantar
Istilah kehendak Allah tampaknya sama sekali tidak lagi asing di telinga kita, amat sering terdengar di dalam doa ataupun dalam setiap bahasan firman Tuhan. Kerap mudah bagi kita untuk mengatakan sesuatu hal atau peristiwa sebagai kehendak Tuhan dan yang lain lawan dari kehendak-Nya. Bahkan, banyak orang mengatakan bahwa ia telah mengetahui dan sedang melakukan kehendak Allah dalam hidup mereka. Tetapi, tidak sedikit juga dari antara kita yang dahulu mengatakan melakukan kehendak Allah ternyata di kemudian hari kita sadari bahwa itu bukanlahlah kehendak Allah, melainkan kehendak diri kita sendiri. Dalam hal ini, kita sedang berusaha jujur kalau kita ternyata telah gagal memahami kehendak Allah.

Mengetahui kehendak Allah adalah hikmat yang tertinggi, karena kita sedang berusaha menggali dan memahami isi hati Allah. Usaha ini memang tidak semudah mengetahui kehendak manusia, karena faktor (1) transendensi Allah (jarak yang sangat jauh antara manusia dengan Allah), (2) komunikasi yang tidak memungkinkan untuk tatap muka (face to face), sehingga selalu bersifat satu arah saat kita berdoa atau mendengarkan pemberitaan firman, dan (3) sulitnya membedakan kehendak Allah antara dengan kehendak diri kita sendiri. Namun demikian, bukan berarti kita tidak dapat sampai pada hikmat yang tertinggi itu, hanya butuh kesediaan diri yang lebih.

Dua Jenis Kehendak Allah
Ulangan 29:29 menjelaskan bahwa ada dua jenis kehendak Allah, yaitu (1) kehendak Allah yang tersembunyi dan (2) kehendak Allah yang dibukakan. Kehendak Allah yang tersembunyi artinya kehendak yang hanya Allah sendiri saja yang mengetahuinya, tidak oleh manusia ataupun malaikat Allah sendiri. Contoh yang dapat disebutkan antara lain tentang kedatangan Kristus yang kedua kali dan hari akhir zaman. Sementara kehendak Allah yang dibukakan berarti kehendak Allah yang telah dinyatakan kepada manusia, seperti yang tertulis di dalam Alkitab ataupun yang dibukakan lewat pengalaman-pengalaman hidup beriman kita dengan-Nya.

Biasanya banyak orang mengejar dan ingin mendapatkan yang pertama. Manusia selalu berambisi ingin membongkar seluruh isi hati Allah. Akibatnya, banyak orang yang terang-terangan mengumumkan telah menemukan waktu hari kiamat, lengkap dengan tahun, bulan, hari dan jam terjadinya. Akhirnya, karena memang hanya Allah yang tahu, manusia gagal dan salah dengan prediksinya dan tidak sedikit yang berujung pada malapetaka massal suicide (bunuh diri masal). Padahal justru yang dibutuhkan oleh manusia dan yang dibukakan baginya justru yang kedua. Allah telah membukakan kehendak-Nya yang layak untuk diketahui manusia, sebagaimana telah ia nyatakan kepada Abraham, Nuh, Musa, samapi kepada kita di masa sekarang ini. Semuanya telah disaksikan dan ditulis di dalam Alkitab. Manusia hanya tinggal membaca, mendengar, mengerti dan melakukannya. Dengan demikian, melihat kehendak Allah menjadi sesuatu yang mungkin, bahkan lebih mudah. Hanya tinggal membaca firman, merenungkan, lalu melakukannya. Meskipun memang tidak semudah yang dapat dikatakan, Karena butuh ketekunan untuk menggal dan merenungkan seumur hidup kita.

Apa kehendak Allah bagi Manusia???
Alkitab sebenarnya menyebutkan sejumlah besar hal-hal yang dikehendaki Allah untuk diketahui dan diperbuat oleh umat-Nya. Contoh jelasnya seperti Allah yang meminta Nuh membuatkan bahtera, memanggil Abraham untuk mengembara menuju Tanah Terjanji, meminta Musa memimpin Israel keluar dari Mesir, memanggil Israel untuk beribadah kepada Allah, dan lain sebagainya. Pada kesempatan ini, Saya hendak mengajak kita untuk mendalami kehendak Allah bagi kita berdasarkan firman Tuhan dalam Roma 12:1-2:

1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. 2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Pada bagian terakhir ayat kedua Paulus menegaskan “... manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”. Di sini Paulus menyebutkan karakteristik kehendak Allah sebagai sesuai yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Hanya Paulus tidak menyebutkan bentuk konkrit kehendak Allah itu sendiri. Namun demikian, kita dapat menelusurinya pada bagian lain tulisannya dalam 1 Timotius 2:3-4:

"Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran."

Di sini Paulus menyebutkan dengan jelas apa yang dimaksudkannya dengan yang baik dan yang berkenan kepada Allah, yaitu (1) supaya semua orang diselamatkan dan (2) semua orang memperoleh pengetahuan akan kebenaran.

Memang amatlah benar bahwa kehendak Allah yang paling hakiki bagi manusia ialah supaya semua orang ciptaan-Nya dapat memperoleh keselamatan. Inilah keinginan terbesar Allah bagi manusia, agar jangan satupun ciptaan-Nya yang binasa sia-sia. Untuk mewujudkan kehendaknya itu Allah berulangkali telah mengingatkan umat-Nya di setiap tempat dan masa untuk bertobat. Ia juga melepaskan mereka dari berbagai jenis dan bentuk ancaman hidup yang membahayakan. Dan, yang paling menakjubkan, demi menyelamatkan manusia, Ia telah rela untuk turun ke dalam dunia, hidup bersama manusia, menderita dan mati untuk menebus manusia dari penjara dosa dan maut. Untuk itu, Allah meminta agar manusia memperoleh pengetahuan akan kebenaran itu. Manusia diminta untuk menyadari dan mendalami kebenaran itu, agar sungguh-sungguh mampu merespon kehendak Allah itu dengan iman yang teguh dan hidup yang kudus.

Lalu apa maksudnya yang sempurna? Saya teringat langsung dengan doa Tuhan Yesus bagi murid-murid-Nya, seperti yang tercatat dalam Yohanes 17:23: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.

Kesempurnaan yang dimaksudan Tuhan Yesus ialah kesempurnaan dalam hubungan. Allah di dalam Yesus menghendaki supaya murid-murid-Nya memiliki hubungan yang sangat intim dengan Allah. Hubungan yang intim ini diibaratkan hubungan harmonis antara anak dengan bapanya. Artinya, Allah menghendaki terciptanya relasi dan komunikasi yang harmonis antara manusia dengan Allah: “Aku menjadi Allah mereka dan mereka menjadi umat-Ku, Aku menjadi Bapa mereka dan mereka menjadi anak-anak-Ku”. Relasi dan komunikasi ini diwarnai dengan ketekunan beribadah, berdoa dan keterlibatan Allah di dalam setiap gerak dan langkah kehidupan kita. Demikianlah menurut Yesus kesempurnaan itu tercapai: Aku di dalam mereka dan mereka di dalam Aku sama seperti Aku di dalam Engkau dan Engkau di dalam Aku.

Kesempurnaan yang dimaksudkan Yesus juga termasuk kesempurnaan dalam mengasihi. Orang-orang yang termasuk bagian dalam diri kita tentu saja adalah orang-orang yang kita kasihi. Demikian pula sebaliknya, orang-orang yang kita kasihi telah menjadi bagian dari diri kita sendiri. Demikianlah Allah meminta, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37, 39). Rasanya hidup beriman kita menjadi sangat lebih mudah setelah mengetahui kehendak Allah dalam hidup kita. Kita hanya tinggal mengimani dengan sungguh-sungguh bahwa Allah mau kita selamat dan menjadi satu dengan diri-Nya. Kita hanya tinggal menjalani hidup yang penuh kasih kepada Allah dan kepada sesama. Dan, kita hanya tinggal menjalani hidup yang layak dan kudus di hadapan Tuhan. Hanya itu. Cukup. Allah tidak minta macam-macam. Tidak meminta kita mesti cantik, tampan, kaya, berkuasa, jenius ataupun bertapa sampai mati. Ia hanya mengendaki supaya (1) kita selamat, (2) memperoleh pengetahuan akan kebenaran (3) menjadi satu dengan Allah, dan (4) hidup dalam kasih kepada-Nya dan kepada sesama. Hanya pertanyaan terakhir ialah: Bagaimana bisa mencapai semuanya ?

Mengetahui dan Hidup dalam Kehendak Allah
Tidak ada jalan pintas untuk mengetahui ataupun berjalan dalam kehendak Allah. Butuh waktu dan proses. Seperti seorang murid yang ingin mengetahui kehendak gurunya dan menjadi sama seperti dia, harus terlebih dahulu bersedia berproses dengan tekun sambil belajar dan berusaha. Demikian pula kita, harus bersedia berproses dengan tekun sambil terus belajar dan mengubah diri. Dalam Roma 12:1-2 tadi, Paulus memberikan langkah-langkah praktis agar kita mampu mengetahui kebenaran kehendak Allah dan hidup di dalamnya. Dengan memperhatikan setiap kata kerja dalam ayat itu, Paulus mengajarkan 3 langkah utama:

1. Parastesai, dari akar kata paristemi. Dalam Alkitab LAI diterjemahkan dengan mempersembahkan.’ Orang-orang yang ingin mengetahui kehendak Allah adalah orang-orang yang mempersembahkan hidupnya terlebih dahulu kepada Allah. Murid yang ingin mengetahui kehendak gurunya, mestilah memberikan seluruh hidupnya untuk itu: memberikan diri, waktu, tenaga, perhatian, bahkan segala hal yang dia miliki. Mempersembahkan diri menjadi syarat pertama untuk mengetahui kehendak Allah, yang menandakan kita siap untuk belajar, menerima dan merespon dengan sungguh-sungguh apa pun kehendak Allah yang dibukakan untuk bagi diri kita. Mempersembahkan diri adalah juga keputusan awal yang mesti kita buat, agar mampu berjalan dalam setiap kehendak Allah bagi diri kita. Jadi, dengan mempersembahkan diri, kita tidak saja dimampukan untuk mengetahui dan memahami, tetapi juga untuk menjalani dan menghidupi setiap kehendak Allah itu.

2. Suschematizo. diterjemahkan dengan ‘menjadi serupa’. Kata ini lebih cocok diterjemahkan ‘mencocokan diri’ dengan pola hidup zaman ini. Rasul Paulus menasehatkan jemaat di Roma untuk berhenti berusaha untuk terus-menerus mencocokan diri dengan pola zaman. Karena pola zaman ditandai dengan kecenderungan berbuat dosa yang begitu hebat. Ini adalah tahap kedua untuk mengerti kehendak Allah. Berhenti mengikuti keinginan ilah zaman ini dan tidak mengikuti pola hidup yang berdosa. Hal ini bukan berarti kita harus lari dan menghindar dari dunia ini, tetapi berhenti berbuat dosa dan melanggar kehendak Allah. Dunia suka dan gandrung melakukan dosa dan melanggar hukum-hukum Allah, itulah yang harus kita hindari, jauhi dan lawan, agar kita semakin dekat dengan Allah dan mampu mendengar serta memahami setiap suara kehendak-Nya.

3. Metamorphoo. Kata kerja ini diterjemahkan dengan ‘berubahlah’ atau bertransformasilah. Transformasi ini adalah pembaruan pikiran dan cara pandang kita; yaitu pembaharuan dari pikiran yang dikuasai oleh dosa dan kepentingan dunia, dari kebiasaan menghakimi, dari niat jahat dan akal bulus serta dari setiap perasaan-perasaan yang ditekan oleh dosa. Roh Kudus mengajar dan mengubahkan kita melalui firman yang kita gali dan renungkan. Karena, kata Paulus, setiap firman yang kit abaca dan renungkan bermanfaat “Untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebebnaran” (2 Tim 3:16). Jadi, bukan hanya berhenti mencocokan diri, kemudian lari dan menghindar dari kenyataan dunia yang berdosa ini, melainkan melihat pembaruan yang terjadi dan mengubah arah dari pola zaman yang berdosa ini, di bawa kembali kepada arah yang sejati, kepada Allah dan kehendak-Nya. Dengan beginilah kita dapat membedakan manakah kehendak Allah dan mana yang bukan: yaitu yang baik, berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Penutup
Pada akhirnya, keputusan untuk menjalani hidup ini kembali Allah berikan kepada kita masing-masing. Apakah kita mau berjalan menurut kehendak Tuhan, ataukah kita akan berjalan menurut kehendak kita sendiri, ataukah kita akan berjalan menurut pola hidup dunia ini, kita sendirilah yang menentukannya. Hanya, bagi murid Kristus dan Anak Allah yang mahatinggi, pilihan satu-satunya ialah berjalan menurut kehendak Allah. Akhirnya, sangat menarik mengamati dengan saksama apa yang pernah dikatakan oleh Billy Graham mengenai usaha mengetahui kehendak Allah. Berikut ia katakan: "Mengetahui kehendak Allah adalah hikmat yang tertinggi. Hidup di dalam pusat kehendak Allah akan memastikan ketulusan pelayanan kita kepada Allah. Anda akan banyak mengalami banyak kesulitan bila berada di luar kehendak-Nya, tetapi hati Anda akan penuh sejahtera walaupun berkekurangan asalkan Anda ada dalam kehendak Allah. Anda tenang sejahtera, walaupun ada di dalam kesulitan atau aniaya, selama Anda ada dalam kehendak Allah. Alkitab menyatakan bahwa Allah memiliki rencana untuk setiap kita dan akan memimpin kita menggenapi rencana tersebut, asal kita tetap bersekutu dengan Dia."

Friday, March 13, 2009

Salib Adalah Kekuatan Allah

Kel. 20:1-17; Mzm. 19; I Kor. 1:18-25; Yoh. 2:13-22

Pembukaan
Salib adalah keunikan orang Kristen. Yang tidak suka orang Kristen tentu tidak suka pada salib. Orang Kristen biasanya memakai atau meletakkan salib di rumah sebagai simbol Kristiani. Tentu saja itu baik, tetapi yang terpenting lagi adalah “Berita dari salib”.

Misalnya saudara berangkat dari Batu Aji menuju Panbil, mau belanja atau jalan-jalan. Sekarang saudara sudah di Tembesi, yang berjarak 3-4 menit kdari Panbil. Tiba-tiba teman di samping kursi saudara bertanya kepada saudara, apa sih inti ajaran orang Kristen? Apa sih inti iman Kristen? Dalam waktu sekitar 3-4 menit untuk sampai ke tujuan, apakah yang akan Saudara jawab atau lakukan? Menurut saya jawabanya: Karena Kasih-Nya, Allah telah menjadi manusia untuk menebus manusia dengan jalan mati di atas kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Titik sentralnya ialah Allah. Pusat iman Kristen ialah Allah yang tersalib, demi menyelamatkan manusia dari kuasa iblis dan belenggu dosa.

Salib adalah Kebodohan bagi yang akan binasa
Jikalau Saya mengatakan bahwa mimbar ini sebagai meja, apa tanggapan Saudara? Mungkin Saudara mengatakan “Oon banget sih, udah jelas mimbar, ada micnya, ada salibnya, ada kain liturgisnya, masa masih dibilang meja?” Jika setelah Saudara mengatakan seperti itu, Saya tetap mengatakan ini meja, apa tanggapan Saudara? “Terserah elu dah. Emang gua pikiran. Oon banget sih??!”, mungkin ada yang berkata seperti itu. Sama halnya dengan pemberitaan tentang salib. Tidak semua orang dapat melihat salib sebagai simbol keselamatan. Tidak semua orang melihat salib dalam makna rohani, sebab banyak juga orang memakai salib justru hanya sebagai penanda: ini kuburan Kristen, yang ono aga laen; kalau masih ada orangnya berarti Katolik, yang kaga ada orangnya berarti Protestan. Demikian pula tidak semua orang memandang salib sebagai simbol yang mulia (gambaran kasih dan penebusan Allah), tetapi terlalu banyak juga yang memandangnya sebagai sebuah kebodohan.

Alasannya dikemukakan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Koristus: “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”. Apa latar belakang Paulus mengungkapkan kalimat ini? Alasannya ialah masih terlalu banyak orang (baik di luar jemaat maupun di dalam jemaat) yang memandang kematian di atas kayu salib sebagai sebuah kenistaan dan kebodohan. Yang dimaksud oleh Paulus ialah orang-orang Yahudi dan Yunani yang tidak percaya bahwa salib adalah jalan yang telah dijalani Allah untuk menyelamatkan manusia. Mengapa tidak percaya? Kata Paulus karena: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat” (I Kor. 1:22).

Orang Yahudi terkenal dengan hukumnya dan tersohor sebagai ahli-ahli Taurat. Tetapi menurut mereka, dalam Hukum Taurat tidak pernah tercatat tentang Allah yang menjadi manusia, apalagi menderita. Tradisi mereka tidak mengajarkan bahwa Mesias itu lemah, miskin, apalagi mati di atas kayu salib. Yang mereka pahami dalam hukum Taurat ialah: “sebab seorang yang digantung, terkutuk oleh Allah" (Ul. 21:23). Yang disalib adalah orang-orang yang bersalah, terhukum dan terkutuk. Yesus pantas mati sebagai tersalib, karena ia telah mengacaukan kehidupan beragama dan berbangsa. Menurut mereka, Yesus mati tersalib sebagai terpidana, bukan untuk menanggung dosa orang lain.

Bagaimana dengan orang Yunani? Orang-orang Yunani terkenal dengan hikmatnya. Mereka adalah ahli-ahli Filsafat terkenal. Aristoteles, Galileo, Plato dan Socrates adalah filsuf kelahiran darah Yunani. Bagi orang Yunani hikmat (filsafat) adalah segala-galanya. Filsafat adalah pencarian pengetahuan tertinggi yang mampu membawa manusia keluar dari penderitaan dan kesengsaraan hidup. Hal ini bertolak belakang dengan salib, yang menggambarkan ketidakberdayaan. Lagipua, tidak satu pun dewa-dewa Yunani yang pernah menderita dan berkorban untuk menyelamatkan manusia, mereka malah digambarkan penuh kuasa, kuat, agung dan mulia.

Itulah sebabnya bagi orang Yahudi dan Yunani salib adalah suatu kenistaan, cela, ketidak-berdayaan dan kesia-sian belaka. Orang Yunani menolak Kristus karena keselamatan yang ditawarkan-Nya melalui salib sangatlah tidak masuk akal, bahkan bertentangan dengan hikmat manusia yang mengutamakan keagungan. Orang Yahudi menolak Kristus karena mereka tidak memperoleh tanda atau bukti di manapun bahwa Yesus adalah Mesias dan salib adalah jalan keselamatan. Ketika Tuhan Yesus membersihkan Bait Allah dari para pedagang dan penukar uang yang berjualan di pelataran Bait Allah, orang Yahudi sangat berang. Yang pertama mereka minta adalah: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" (Yoh. 2:18). Mereka menuntut Tuhan Yesus untuk memberikan tanda bahwa Ia pantas berbuat itu.

Atas permintaan orang Farisi itu Yesus tidak memberikan muzijat apapun seperti yang mereka minta, sebab berpikir keajaiban yang selama ini dilakukan-Nya pun dianggap sebagai angina belaka. Sebab ketika hati manusia dikuasai kebencian, maka semua hal baik pada orang itu pun dinilai sebagai kekurangan. Ibaratnya: karena minyak setetes, najislah seluruh makanan. Yesus malah menantang mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan Aku akan membangunnya kembali dalam tiga hari!” Ketika Yesus mengungkapkan itu, orang Yahudi pun langsung berang dan menilai Yesus sangat sombong, arogan dan tidak menghargai Bait Allah yang telah dibangun selama 40 thn.

Tetapi yang dimaksudkan Yesus ialah tubuh-Nya sendiri, yang memang akan dirombak dan ‘menghancurkan’ sebagai kurban penebusan, dan akan bangkit kembali pada hari yang ketiga Inilah artinya, salib Kristus adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan.

Salib: Kekuatan Allah yang menyelamatkan
Di atas salib bertemu Keadilan dan Belas kasihan Allah. Di atas salib bertemu tuntutan dan pengampunan. Di atas salib diterima kutuk dan berkat. Di atas salib bertemu kenistaan dan kemuliaan. Di atas salib terjadi ketidak-berdayaan sekaligus kemenangan. Di atas salib terjadi pendamaian. Di atas salib bertemu dosa manusia yang diampuni oleh pengurbanan Kristus.

1. Salib adalah kekuatan Cinta kasih Allah
Mahatma Gandhi sangat suka menyanyikan lagu KJ 169 “Memandang salib Rajaku”. Di salib itu tergambar jelas cinta Allah bagi manusia. Allah yang hadir untuk dunia. Allah yang mengosongkan diri, menderita dan bersedia mati untuk orang lain. Di salib itu adalah wujud solideritas Allah bagi orang yang menderita. Gandhi dan orang India bisa saja angkat senjata untuk melawan penjajah dan membunuh mereka. Demikian pula, Allah bisa saja angkat senjata untuk melawan dosa dan manusia berdosa. Tetapi karena cinta-Nya, Allah memilih jalan kasih, jalan pengurbanan, jalan salib. Itulah yang dikagumi dan ditiru oleh Gandhi, mencari jalan damai tanpa kekerasan dan melalui pengurbanan. Bagaimana dengan kita?

2. Salib adalah kekuatan Allah melawan dosa dan maut
I Petrus 2:24 berkata “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran”. Di sinilah kuasa salib Kristus bekerja: ketika kita menerima Kristus, kuasa salib bekerja dan dosa manusia, betapapun merahnya, akan menjadi putih seperti salju. Kuasa salib mengubah manusia dari jahat menjadi baik, dari berdosa menjadi tidak berdosa. Tidak hanya itu, tanpa salib tidak akan ada kebangkitan Kristus dan hidup baru. Demikian pula kita, tanpa melalui salib tidak ada kematian atas dosa dan kebangkitan dalam hidup yang baru.

3. Salib adalah Jalan Keselamatan bagi manusia
Semua orang yang percaya kepada pemberitaan salib baginya tersedia keselamatan. Iman kepada Kristus yang tersaliblah yang mampu menebus manusia dari dosa dan maut. Pada waktu Yesus disalib, dia dipukul, dicambuk sehingga menimbulkan banyak luka. Masing-masing luka mewakili tubuh kita yang jahat. Dan melalui bilur-bilur-Nya, kita disembuhkan dan diselamatkan.

Pikullah Salibmu dan Ikutlah Aku!
Salib adalah kekuatan Allah. Salib telah membuka mata hati para murid. Salib telah menebus dan menyelamatkan mereka dan kita. Karena salib juga para martir berani menerima kematian dengan sukacita. Karena salib gereja siap menderita aniaya dan tetap berjaya. Jika salib telah menjadi kekuatan bagi orang percaya dan gereja sepanjang masa, yang mengubah manusia dan dunia dengan cinta, bagaimana dengan kita? Maukah kita juga menjadikannya kekuatan untuk berubah dan mengubah dunia ini? Maukah kita memikul salib untuk berdamai dengan semua orang? Maukah kita menyalibkan ego, amarah dan kebencian kita? Lalu menyatakan siap mengikut Tuhan Yesus. Sebab itulah kata Yesus, “Pikullah salibmu dan ikutlah Aku!”. Jikalau kita mau, kuasa salib akan bekerja di dalam diri kita. Berjuanglah. Amin.

Tuesday, March 10, 2009

HARAPAN DALAM DOA

Tuhan, dalam keberdosaan dan kelemahan diri,
kami masih terus berusaha untuk berubah.
Kami berjuang keluar dari Lumpur maut,
dan melangkah ke tanah perjanjian-Mu.
Kami mencoba menarik diri dari kegelapan,
dan belajar untuk hidup dalam terang-Mu.

Dalam pengenangan penderitaan-Mu,
kami belajar untuk merasa dan menghayati.
Kami berpuasa dan menahan diri,
mengekang ego dan mengurung niat jahat,
Kami berjuang mengendalikan hati,
agar jauh dari rencana licik;
Menguasai mata agar tidak diatur dosa.
Kami berusaha memperbaiki hidup.
Kami berniat untuk berubah
Dan membuka diri untuk Kaubentuk

Tuhan, tolong kami,

Engkaulah harapan kami.
Beri kami kekuatan dan jamahan kuasa-Mu.
Sempurnakan perjuangan kami;
perjuangan melawan dosa
dan kedirian kami yang jahat.
Mampukan kami untuk bertahan,
tetap memegang kata-kata-Mu.
Mampukan kami untuk bertahan,
tetap menatap kekudusan-Mu.
Mampukan kami untuk bertahan,
tetap menyadari pengurbanan-Mu.

Tuhan, Allah Bapa,

Engkaulah Harapan kami.
Hadirlah dalam diri kami,
Berkuasalah dan bentuk hidup kami,
Menjadi seperti yang Kauingini.
Ajar kami senantiasa mendengar suara Roh-Mu,
mengenali dan memahami nasehat-Mu.
Ajar kami untuk hidup dalam pertobatan
dan merajut kembali hidup menurut kehendak-Mu.

Tuhan, Engkaulah harapan kami,

ke dalam tanganmu
kami serahkan hidup kami,
Bentuklah dan sempurnakanlah.
Demi Kristus Tuhan kami. Amin

DOA PENGAKUAN DOSA

DOA PENGAKUAN DOSA

Ya Allah yang Mahakasih dan Mahakudus,
Saat ini, ya Allah,
kami memberanikan diri datang ke hadapan-Mu
mengaku segala dosa dan kesalahan
serta memohon pengampunan-Mu.


Ya Tuhan Allah, Bapa yang mahakuasa.
Kami berseru-seru memanggil nama-Mu,
karena kami sangat menderita oleh dosa
dan kejahatan kami sendiri.
Hati dan jiwa kami selalu gelisah
menyimpan rasa bersalah.
Kami hidup dalam ketakutan
sebab kami tidak berlaku benar.
Kami merasa lelah dan tegang
sebab kami tidak jujur.


Kami sering menyakiti hati Tuhan
dan sesama kami dengan kata atau perbuatan.
Kami gagal mengalahkan nafsu
dan keinginan jahat yang ada dalam diri kami.
Kadang kala kami membiarkan diri kami dipengaruhi
dan dikuasai oleh dendam, kemarahan dan kebencian.

Kami mengaku tidak hidup menurut contoh
dan teladan Yesus.
Kami mengaku kurang mensyukuri penderitaan
dan pengurbanan-Nya menebus
dan membebaskan kami dari dosa dan maut.
Kami tidak melakukan kasih dan kebenaran
yang telah diajarkan-Nya kepada kami.

Ya Roh Kudus, Penghibur orang yang berduka,
sembuhkanlah segala penyakit dan penderitaan
yang kami alami akibat dosa-dosa kami sendiri.
Tinggallah dalam hati kami
agar kami kembali bergembira dan penuh gairah
melakukan kehendak Tuhan Yesus Kristus.
Engkaulah sumber pengampunan kami, ya Tuhan,
janganlah lupakan kami.
Dengarlah doa permohonan kami ini ya Allah.
Demi Kristus Tuhan kami. Amin

MENJAWAB PANGGILAN TUHAN

Pengantar
Apa yang Anda bayangkan ketika mendengar kata ‘panggilan’? Siapa yang pertama kali Anda bayangkan? Orang lain? Diri sendiri? Atau Tuhan? Bahasan ini sangat mendasar, kesadaran akan adanya panggilan dalam diri kita akan menggiring kita kepada suatu jalan hidup yang lain. Menyadari dengan tepat panggilan pribadi kita di hadapan Tuhan akan menentukan pola hidup, tujuan dan arah perjalanan hidup kita. Dalam bagian ini, sebagai kaum muda-mudi gereja, kita diharapkan mampu menyadari adanya panggilan Tuhan ini atas diri kita dan menjawabnya dengan kesungguhan hati demi kemuliaan nama Tuhan dan pertumbuhan iman bersama.

Pemuda dan Pelayanan Gereja
Setiap gereja yang didirikan Tuhan pasti terdiri atas pribadi-pribadi yang dipanggil oleh Tuhan. Tentu saja di dalamnya termasuk pemuda-pemuda gereja. Mereka dipanggil ke luar dari keduniawian dan masuk ke dalam Kristus. Sebagai contoh, Paulus mengatakan bahwa seluruh anggota jemaat di Roma dan Korintus juga dipanggil oleh Kristus dalam pelayanan-Nya (Roma 1:6; 1 Korintus 7:22). Ini adalah pelayanan yang harus dilakukan setiap orang Kristen.

Pemuda adalah orang-orang yang energik, kreatif dan penuh semangat dalam melakukan perubahan. Kita bisa membayangkan betapa kurang lengkapnya gereja tanpa kehadiran dan partisipasi pemuda-pemudi. Tidak dapat disangkal bahwa dinamika sebuah gereja akan jauh lebih hidup dengan kehadiran dan keaktifan pemuda-pemudanya. Gereja-gereja di Barat sekarang ini banyak yang menjadi museum-museum bisu, yang tidak memiliki masa depan, karena nihil pemuda-pemuda penerus perkembangannya.

Dengan demikian, benarlah bunyi semboyan nasional bahwa “Pemuda adalah tulang punggung bangsa”, yang menegaskan bahwa pemuda memiliki posisi dan fungsi yang sangat sentral dalam kehidupan berbangsa. Demikian pula hidup bergereja. Pemuda adalah tulang punggung gereja. “Tulang punggung” di sini menggambarkan perannya sebagai penegak, penyokong, penopang berdirinya gereja di tengah-tengah dunia. Kalau pemudanya loyo, maka layulah hidup bergereja. Namun, kita harus mengingat bahwa kepalanya tetaplah Kristus sendiri, yang mendirikan dan menumbuhkan gereja itu sendiri.

Setiap Orang Memiliki Panggilan?
Paulus dengan tegas mengatakan bahwa setiap orang memiliki panggilan dalam dirinya masing-masing. Pada intinya, Tuhan memanggil kita untuk melakukan dua hal besar dalam hidup ini:




  1. Dipanggil untuk mengikut Tuhan dengan setia. Panggilan Yesus pertama-tama kepada para murid adalah “Mari, ikutlah Aku” (Mat 4:19; 8:12; 9:9; 19:21). Dia tidak berkata, “Belajar dululah, setelah pitar, setelah ahli, setelah banyak keterampilan, baru setelah ikutlah Aku”. Allah telah mengasihi kamu dengan segenap hati dan hidup-Nya, sekarang kita diminta untuk mengasihi dengan segenap hati dan hidup kita. Kata Yesus: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat 22:37)

  2. Dipanggil untuk melayani. Orang-orang yang mengasihi Tuhan selalu terpanggil untuk melayani Tuhan dan gerejanya. Seperti yang dikatakan rasul Paulus bahwa setiap orang dipanggil oleh Kristus dalam pelayanan-Nya. “Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik Kristus” (Ef. 1:6). Tidak seorang pun bisa berdalih bahwa ia tidak dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan. Semua anak Tuhan adalah pelayan Tuhan.
Apa Istimewanya Panggilan itu?
Panggilan untuk mengikut dan melayani Tuhan adalah panggilan yang istimewa. Istimewa karena pertama, panggilan itu datangnya bukan karena manusia, dan juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah. Paulus meyakini bahwa panggilannya sebagai seorang Rasul, utusan dan pelayan Kristus, bukan datang dari dan oleh manusia, melainkan oleh sebab Kristus sendiri yang menghendakinya. Katanya, “Dari Paulus, seorang rasul, bukan karena manusia…” (Galatia 1:1). Ini menunjukkan asalnya atau datangnya panggilan itu bukan dari manusia. Bukan manusia yang menetapkan kita menjadi pelayan-Nya. Bukan manusia yang menetapkan Paulus menjadi Rasul-Nya. Juga bukan dirinya sendiri atau rasul-rasul lain atau orang Kristen lain yang menetapkan dirinya menjadi rasul. Melainkan semata karena Allah yang menetapkan-Nya, karena Allahlah yang memanggilnya dan meneguhkannya.


Kedua, Paulus mengatakan bahwa pelayanan ini bukan demi dan untuk manusia, melainkan semata demi kemuliaan Allah. Pelayanan ini ekspresi iman kita pribadi kepada Allah, atas keselamatan yang telah diberikan-Nya kepada kita di dalam Kristus Yesus. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Efesus 2:8-9). Dengan demikian jelas bahwa panggilan pelayanan adalah wujud respon kita kepada karya keselamatan Allah dan demi kemuliaan Allah, bukan demi atau untuk manusia.

Mungkin cara Tuhan memanggil kita tidak seperti cara Tuhan memanggil Paulus. Kita dipanggil memang bukan dengan cahaya yang terang benderang, angin taufan ataupun di tengah-tengah gempa bumi yang dahsyat. Namun ketika kita dinyatakan sebagai umat yang ditebus, pada saat yang sama kita menyatakan diri sebagai pengikut dan pelayan Allah. Panggilan itu kemudian dapat terus diteguhkan lewat bisikan Roh Kudus ataupun lewat peristiwa-peristiwa nyata hidup kita. Bisikan Roh Kudus untuk mengikut dan melayani dengan setia ini mempunyai daya penakluk yang tidak bisa dibantah, karena ke mana pun kita pergi, bisikan ini akan terus mengikuti, sampai kita benar-benar taat.

Realitas yang biasa ditemukan
Banyak orang Kristen berpikir bahwa panggilan untuk melayani Tuhan hanya berlaku bagi mereka yang melayani "full-time", yaitu para pendeta dan para penatua. Oleh karena itu, sebagai orang Kristen awam, banyak yang berpendapat bahwa diri tidak perlu bergumul memikirkan apakah dirinya memiliki panggilan Tuhan atau tidak. Akibatnya, seringkali manusia memakai alasan tertentu untuk menolak menjalankan panggilan Tuhan dalam tugas yang akan dipercayakan kepadanya oleh Tuhan. Alasan ini berangkat dari beragam pokok:
  1. Dirinya dipakai sebagai alasan penolakan. Siapakah aku ini, masih muda, nggak pandai bicara, nggak pandai, nggak berani, nggak ada pengalaman, masih gatek soal struktur gereja, masih gagap soal alkitab, masih sibuk kerja, belum mapan, dsb. Tetapi Firman Tuhan berkata, “Ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti"

  2. Lingkungan yang akan dituju, sebagai alasan penolakan. Seperti Musa, awalnya berkata kepada Tuhan: “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku?" Namun alasan ini TUHAN patahkan dengan Jawaban-Nya: “Bukankah Aku akan menyertai engkau?”

  3. TUHAN disalahkan, karena menciptakan kita dengan segala kekurangan kita. "Kenapa Engkau membuat aku tidak pandai bicara, tidak memiliki keberanian, Engkau membuat aku miskin, tidak berpengetahuan".
Kita harus ingat bahwa dalam memanggil orang-orang yang dipilih-Nya, Tuhan tidak menuntut orang yang bisa dan mampu, tetapi mencari orang-orang yang mau: mau belajar, mau taat, mau memberi waktu, mau melayani, mau dibentuk seturut kehendak-Nya. Dengan demikian, keberhasilan dalam menjalankan pelayanan bukan terletak pada siapa kita, atau sejauhmana kekuatan dan kepintaran kita, namun semuanya terletak kepada Penyertaan dan Kuasa Allah dalam pelayanan Kita. Terletak pada sejauh mana kita mau memberikan diri dipimpin oleh Tuhan.

Bagaimana Menjawab Panggilan Tuhan?
Untuk menjadi seorang pilot, kita harus belajar secara formal. Kita juga harus bersekolah untuk menjadi seorang arsitek, tetapi tidak ada pelatihan atau sekolah yang mengajarkan pada kita bagaimana caranya mengambil keputusan. Namun demikian ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam mengambil keputusan menjawam panggilan Tuhan:

  1. Keputusan yang benar tidak mesti dikaitkan dengan bagaimana orang lain melihat diri kita. Kecenderungan manusia dalam mengambil keputusan kerapkali ditentukan apa kata orang lain terhadap diri kita. Kita ingin agar orang melihat kita sesuai dengan citra diri mereka. Dalam menjawab panggilannya, Paulus tidak terlebih dahulu minta pendapat teman-temannya, saudaranya ataupun orang lain, karena jawaban itu sesungguhnya lahir dari imannya secara pribadi.
  2. Keputusan yang benar didasari sumber yang benar. Paulus bertemu dengan orang yang benar, yaitu Ananias, yang telah diutus Allah sebenarnya.
  3. Keputusan yang benar berpijak pada konsep kasih Allah. Menjawab panggilan itu harus didasari ras cinta kepada Allah, bukan semata-mata karena desakan orang lain ataupun kepentingan-kepentingan pribadi. Harus didasari niat yang baik dan tulus untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi Tuhan.
  4. Apapun keputusan yang kita ambil harus berdampak baik kepada lingkungan atau diri kita sendiri. Harus ada targetan yang ingin kita lakukan dalam menjawab panggilan Tuhan.
Di mana Saya Mulai Melayani?
Sesungguhnya Allah memanggil kita untuk melayani di mana saja kita ditempatkan. Memang ada banyak macam pelayanan yang bisa kita lakukan sebagai wujud jawaban panggilan kita pribadi. Namun Allah memanggil setiap orang untuk secara aktif ambil bagian dalam pelayanan-pelayanan gerejawi. Di gereja ada banyak lahan yang harus digarap, tetapi kurang penggarap dan penuai. “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” ( Mat 9:37 – 38 )

Saat ini Tuhan memanggil pemuda-pemuda untuk melayani-Nya di tengah-tengah gereja-Nya. Gereja butuh pembaharu-pembaharu untuk pertumbuhan gereja. Siapkah Anda? Beranikah Anda seperti Yesaya menjawab panggilan Tuhan dengan berkata “Ini Aku, utuslah Aku”.
Sabe Satta Bhavantu Shukitatta